January : The Month I gave birth to The Hero of my own, Dario!


HELLO JANUARY!


Happy New Year People!! Tahun baru ini saya berniat untuk kembali meluruskan niat untuk menulis lebih sering, berbagi kisah bahagia juga inspiratif. Resolusi saya tahun ini salah satunya adalah untuk semakin produktif dan juga semakin positif dalam artian bahwa saya akan sangat jarang atau bahkan tidak sama sekali berbagi hal-hal sedih baik tentang Dario ataupun keluarga kami.

Dalam hidup, proporsi kebahagian dan kesedihan sering sekali timpang, kesedihan selalu saja terasa lebih mendominasi, meski begitu kita tetap bisa memilih untuk membagikan hal-hal yang membahagiakan karena toh tak ada satupun yang bisa membantu menyelesaikan atau sekedar melipur lara kesedihan selain diri kita sendiri. TbH, Ini juga berpengaruh kepada saya pribadi karena berbagi hal-hal sedih beberapa tahun belakangan hanya membuat saya bertambah sedih 'instead of cheering me up'

So, you won't be listening any sad news from me anymore but it doesn't mean I don't have it, it's just my personal choice.

Back to January!
Dario is turning 3 this month! Pfiuuhhh.. wow, tidak terasa sama sekali bahwa jagoan saya sudah akan menjadi threenager tgl 20 nanti!

Banyak flashback bahagia yang ingin saya bagikan dan juga dengan foto Dario tentunya :)
Despite his condition, kami sebagai orang tua merasa sangat beruntung dan bahagia bahwa Dario bisa melalui semua medical procedur dan rehabilitasi. Bukan berarti Dario tidak memiliki masalah lagi, tapi bahwa perkembangannya sangat menentramkan hati kami, membuat semangat berlipat-lipat untuk menghadapi hal-hal selanjutnya di depan sana.

Dario adalah anak yang ceria, kalem, empatik, namun juga keras kepala dan berpendirian kuat. Dia juga termasuk anak manja dan sangat Mammone (anak mami), begitu terapisnya sering memanggilnya. Di umurnya yang hampir memasuki tahun ketiga, perkembangannya memang tdk sesuai anak 3th normal tapi sesuai dgn ekspektasi untuk anak yang memiliki kelainan kompleks 22q11.2 microdeletion dengan kondisi jantung dan paru jauh dari kata 'normal'

Oh ya, Dario juga seorang bibliophile, penyuka buku apapun (termasuk kertas, LOL). Dia akan datang membawa buku ceritanya untuk dibacakan oleh mama ketika dia merasa bosan, dan buku favoritnya biasanya akan kami bawa kemanapun kami pergi karena buku menjadi semacam 'comfort stuff' untuk dia.

Baca buku ditemani Papa di tepi Lago Therme



Foto di atas diambil di dekat Lago Therme (Lake of Therme). Bersama Papa dia membaca buku sambil ketawa-ketiwi, mamanya hanya bertugas sebagai juru foto :D

TAHUN PERTAMA DIA LAHIR...



1. Dario terlahir pada tgl 20 Januari cukup bulan lewat C-section setelah proses induksi gagal .

USG di usia kehamilan 8bulan

Awal bulan Januari 2015, kehamilan saya memasuki minggu ke 40 tapi kontraksi masih jarang sekali terasa. Kecuali bahwa sakit punggung semakin tak tertahankan dan setiap tidur malam hanya mampu tidur menyamping ke arah kanan. Meski begitu saya yang selama kehamilan di dera sickness yang cukup parah, di bulan-bulan terakhir malah makan luar biasa banyak dan selalu minum air es karena badan rasanya panas berterusan..

Seminggu sebelum kelahiran Dario kami sempat konsultasi dengan Dokter spesialis dan mendiskusikan kenapa kontraksi tidak kunjung saya rasakan, dan akhirnya Dokter hanya menyuruh kami untuk menunggu seminggu lagi, jika tidak juga ada kontraksi maka induksi menjadi pilihan awal.

Oh ya, sedikit kilas balik. di kehamilan trimester kedua, hasil USG menunjukkan bahwa Dario memiliki sebuah bubble besar di dalam perutnya. Beberapa minggu kemudian malah bubble tersebut terbagi menjadi 3 bagian kecil (tetap di bagian perut) dan hal ini membawa kami ke Dokter Subspesialis yang akhirnya berpendapat bahwa anak kami memiliki kemungkinan terlahir dgn Trisomy 21 dan mungkin dgn berbagai gangguan termasuk hirschprung Disease. Lucu sekali bahwa ketika saya tanyakan kenapa beliau bisa berkesimpulan Dario akan punya kelainan Trisomy 21, dia hanya bilang "anak ibu terlihat sangat pesek" LOL. Jawaban yang aneh kan?

20 Januari 2015, hari ini awalnya hanya ingin check up tapi setelah dicek pembukaan ternyata sudah pembukaan 3 maka induksi dijadwalkan pada hari ini.
Singkat cerita, saya pun diberikan pil pada jam 11 pagi, dan sampai sore saya masih riang gembira sempat makan mie ayam malah :)
Hingga perawat terheran-heran, ini ibu kok hepi banget! dan akhirnya saya dikasih pil lagi daaaaannn kali ini wow, luar biasa kontraksinya dan jelang pukul 11 malam saya sudah dalam keadaan mengigau dan menjerit parah. Pemeriksaan oleh perawat menunjukkan pembukaan 4.

Suami dan mama saya akhirnya memutuskan untuk C-section saja, krn ketuban jg sudah pecah yg bercampur darah.
Singkat cerita, Dario lahir tengah malam dan ketika saya coba ingat kembali, saya tidak mendengar Dario menangis (mungkin saya lupa atau tdk mendengar krn dlm keadaan setengah sadar!)

2. Dario dinyatakan sehat oleh DSA RS Syafira (tempat kelahiran Dario) namun tanggal 12 Maret dia mengalami 'Heart Attack' pertama dan memasuki masa kritis selama beberapa jam.

Sampai sekarang, kalau orang nanya, loh kok bisa ga terdeteksi sm sekali kelainan jantung dan kromosom Dario? saya sendiri tidak mengerti. Pemeriksaan tiap bulan rutin plus second opinion dari subspesialis.
Dario juga dinyatakan sehat dan boleh dibawa pulang ke rumah. Apa kami punya kecurigaan? ya pasti, berat badan Dario terjun bebas dari 3,5kg ke 2,8kg dan dia punya kesulitan untuk minum baik dari puting maupun dari botol, dia pun kerap terengah-engah, berkeringat parah sehabis minum sedikit.

Akhirnya, 12 Maret, Dario mengalami 'Heart Attack'. Cerita lengkap tentang episode ini saya tulis di postingan The Untold Story. Tulisan yang butuh tahunan untuk dirampungkan karena tidak sanggup mengingat setiap detail tanpa air mata dan tekanan jiwa. Huh, Alhamdulillah episode itu telah usai :)

3. Dario dilarikan ke Institut jantung Negara, Kuala Lumpur pada tgl 20 Maret dgn penerbangan komersil Garuda PKU-JKT-KL

Dario disarankan untuk segera dibawa dan dioperasi di IJN  Kuala Lumpur karena sakit Jantung yang dideritanya (PA VSD TOF Mapcas dll) membuat kondisinya memburuk dalam hitungan hari. Detail perjalanan kami, operasi pertama, hingga post-op saya tulis di sini

4. Open Heart Surgery yang pertama ( Central Shunt) pada tgl 23 Maret 2015 oleh Dr. Shiva Kumar dan Team.

Salah satu hal yang sangat kami syukuri hingga saat ini adalah bahwa Team Dr Shiva mampu membantu Dario tetap hidup, karena ketika dibawa ke KL Dario dlm keadaan sangat parah dan sempat memasuki masa kritis selama beberapa jam, Keesokan harinya, Operasi Central-shunt dilakukan dengan chance 50:50. Cerita lengkap saya tulis di sini.

5. Terbang ke Italia pada 27 Mei 2015

Perjalanan terbang ke Italia (16jam) adalah perjalanan yang paling menegangkan seumur hidup saya. Bukan karena ini pertama kalinya terbang jauh tapi juga karena membawa Dario yang sedang dalam keadaan tidak baik. Kami sempat di 'banned' untuk terbang jika bukan karena kemurahan hati ibu dokter yg bertugas di bandara Soetta. Detail tentang perjalanan kami saya tulis di Postingan The Place I call home p.1

6. Open Heart Surgery yg kedua (unifocalization) pada tgl 8 September 2015 oleh Prof. Stellin, Prof.ssa Milanesi dan team.

Sesampainya kami di Italia, selama sebulan Dario stop mengkonsumsi Captopril karena masalah dokumen etc, hingga akhirnya kami membawa dia bertemu Prof.ssa Milanesi untuk diperiksa. Prof.ssa paruh baya yang merupakan Paed.Cardiologist senior di Universitas Padova (Universitas no 1 di Italia untuk medical achievement and breakthrough) langsung menegaskan bahwa Dario harus segera dirawat dan dieksaminasi secara keseluruhan karena kondisinya sekarang menurun secara drastis.

Pernyataan dari Prof.ssa ini ditindaklanjuti dan kami memperoleh telp untuk fiksasi appointment rawat inap dan rencana prosedur kateterisasi dan Open Heart Surgery.

Setelah melalui tes yang bermacam-macam termasuk kateterisasi, FISH test (genetic test) dll, Dario akhirnya dioperasi pada 8 September 2015 tepat sehari setelah Ulang Tahun Fabio. No joy though, waktu itu kami berdua nyaris tidak bicara sama sekali, masing-masing terdiam dan sibuk sendiri. Pikiran terlalu kalut untuk sekadar bercakap-cakap, kami hanya menunggu di ruang tunggu selama lebih dari 8 jam (operasi biasanya berlangsung selama 8-10 jam)

Dario pun akhirnya keluar dari ruang operasi dan menuju Reanimation room (ICU). Kami berbincang dengan team dokter dan mereka menjelaskan bahwa kasus Dario tergolong sangat rumit, dalam satu dekade ini cuma ada beberapa kasus termasuk Dario dan semua mempunyai kendala yang sama yakni hypoplastik arteri. Jadi unifokalisasi kali ini (Unifokalisasi adalah usaha perekrutan sebanyak mungkin Mapcas, baca disini untuk lebih jelas) tidak dilakukan secara menyeluruh. Kelak Dario harus menjalani prosedur Angioplasty hingga hypoplastik arteri bisa direkrut lebih banyak (karena ukurannya sudah membesar)

Seminggu kemudian, Dario dipindahkan ke ruang rawat inap dan kamipun mendapat banyak surprise terkait kondisinya. Salah satunya adalah FISH test untuk Dario menyatakan bahwa dia memiliki kelainan kromosom dan genetik 22q11.2 micro deletion yakni terhapusnya beberapa bagian pada kromosom 22 yang imbasnya adalah kelainan bawaan pada jantung, ginjal, otot, dll. Kelainan ini sangat beragam tergantung individu yang mengidapnya. Meski begitu, kami disarankan untuk berpikiran positif karena kelainan kromosom yang dimiliki Dario bukanlah sesuatu yang terminal, dalam artian bahwa masing-masing penyakit bawaan bisa diatasi sendiri-sendiri.

Oh ya, meski Dario blm pulih pasca operasi (dia mengalami demam berkepanjangan selama 3 minggu, tanpa sebab pasti) tapi dia jarang menangis dan kalem, suka tertawa dan tersenyum. Hobinya waktu itu adalah main balon :)




My CHD Warrior : His Untold Story


You just don't see it coming, the storm
and when it hits you, it really is like the pain in the ass...



***
Jumat, 13 Maret 2015

07:45
“Get in the car now!”  Hubby, NOW! Aku berteriak dengan panik ke arah suamiku yang sedang sibuk mengunci pagar dan crosscheck lagi sebelum kami pergi.

Dario seperti biasa muntah lagi setelah minum susu (formula) tapi kali ini dia menangis tanpa henti selama lebih kurang 45 menit sebelum akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke RS terdekat. Dario bukanlah tipikal anak cengeng yang gampang dan menangis dalam jangka waktu lama, hal ini sepenuhnya janggal bagiku. Pikiranku kalut.

Tangisnya tak lagi kuat, suaranya bahkan mirip suara rintihan kesakitan, sekujur tubuhnya (agak) membiru. Matanya setengah terbuka. Aku takut setengah mati, di dalam perjalanan tak henti henti aku berdoa dan berzikir sembari memanggil manggil namanya, aku takut kami akan kehilangan dia di Jumat pagi yang kami pikir adalah Jumat biasa yang cerah ceria.

Suamiku merasa hal ini adalah biasa, maka dia menyetir dengan tenang. Kami pun sampai di Rumah Sakit terdekat dari Pasir Putih : Rumah Sakit Mesra. Ketika kami menyodorkan anak kami untuk di cek, ternyata dokternya bilang : “Aduh bu, dokter anaknya sedang tidak di tempat!” dan dokter itupun membuka bedong Dario. “MashaAllah, kenapa anaknya kok bisa membiru begini, ibu bapak tolong segera bawa anaknya ke RS Syafira, segera ya bu sekarang!!

Aku dan suami panik tidak karuan, waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi yang artinya traffic hour di mana-mana. Ya Allah, benar benar tak kuasa menahan tangis melihat dia masih merintih dengan suara yang kian lama kian lemah. Kupanggil dia, kupeluk, kugoyang-goyang, kupukul pipinya, kucubit sedikit. Aku mau dia tetap sadar, aku mau dia kembali sehat dan aku mau dia bilang padaku bagian mana yang sakit. Tapi aku yakin saat itu aku sudah mulai kehilangan kewarasan, anakku yang belum genap berusia 2 bulan pasti hanya bisa mengekspresikan rasa sakitnya lewat tangisan dan rintihan lemahnya.

08:20
Kami sampai di Gerbang UGD RS Syafira, aku turun lebih dulu dan langsung membawa anakku ke dalam. Aku menjerit, “ Dokter tolong anak saya menangis sudah lebih setengah jam, dan sekarang dia tidak sadar dok, tolong saya dok, toloong!!

Dokter pun melepas bedong dan melihat Dario dalam kondisi yang membiru seluruh badan, matanya masih setengah tertutup, degup jantungnya sudah sangat lemah. Dokter langsung mencecarku dengan pertanyaan: kok bisa seperti ini? kenapa badannya membiru? Apa dia tersedak saat minum susu? Apa dia muntah? Berapa ml kira-kira susu yang tertelan, sudah berapa lama kejadiannya? Otakku penuh dengan pertanyaan yang aku jawab sambil menangis : Dia minum susu, muntah dan menangis dok, terus saya angkat dan gendong.. tapi dia tidak berhenti menangis sejak itu!

Dokter mendengar penjelasanku sembari menekan dada Dario. Tubuh lemahnya ditindih tangan tangan tegap. Dia sempat berhenti bernafas. Lantas Dokter dan tim medis menyuruhku menyingkir karena mereka akan melakukan prosedur penyelamatan. Aku berteriak, dok tapi apa yang terjadi pada anak saya? Kenapa dia dok? Dokter kemudian berteriak : Anak ibu sudah sangat gawat, dia tersedak dan tampaknya mengalami aspirasi (cairan masuk dan memenuhi paru-parunya) sekarang kami akan menyedot sebagian cairan dan mengusahakan dia bisa bernafas.

Dia, lelaki kecilku, hanya berjarak beberapa langkah dariku, yang memisahkan kami hanyalah selembar  tirai, aku bisa menyaksikan siluet dari bayangan di balik tirai bagaimana dia menjerit dan menegang ketika tim medis berusaha memasukkan selang kecil dari mulutnya, darah berceceran, bunyi alarm monitor jantung menambah pedih perasaanku. Saat itu aku benar benar tak sanggup, tak terasa aku sudah lunglai dan terjatuh ke lantai, ternyata suamiku dibelakang sudah pingsan, seorang paman menopang badannya dan aku tak tahu lagi.
Setengah jam berlalu, aku masih tertunduk lemah dengan mata lembam dan air mata yang terus mengalir. Dengan seksama aku menunggu tim medis menyelesaikan prosedur brutal gawat darurat. Dokter menghampiriku dan menjelaskan bahwa mereka berhasil menyedot sebagian cairan yang memenuhi paru paru anakku, tapi sekarang dia akan dipindahkan ke ruangan Neonatal ICU. Dokter UGD tak menjelaskan bagaimana kondisi anakku sekarang karena yang akan menjelaskan adalah penanggungjawab ruangan NICU RS Syafira.

Lagi lagi aku disuruh menunggu. Proses pemindahan ke NICU berlangsung alot karena mereka memerlukan tanda tangan disana sini beserta jaminan berupa uang tunai. Bodohnya kami bahwa karena kepanikan tadi pagi, tak satupun dari aku dan suamiku yang ingat untuk membawa dompet. Mamaku lah penyelamat keadaan, dia menggunakan creditcard untuk menjamin semua biaya.

Aku, suami, dan mamaku menunggu di depan NICU. Tak satupun dari kami yang sanggup berkata-kata namun kami bertiga komat kamit apalgi aku, semua ayat Al Qur’an yang kuhapal semua aku bacakan dalam hati, dalam kondisi kalut luar biasa seperti ini, Cuma ayat Tuhan lah yang mampu memberi sedikit ketenangan.

10.00
“keluarga Dario!” seorang suster kecil menyelinap dari ruangan ICU dan menyebut nama Dario, iya itu anakku, saatnya aku masuk. Suster memberi tahu bahwa hanya kedua orang tua yang diperkenankan masuk. Kami pun mengiyakan.

Sampai di dalam, hancur hatiku. Anakku disana di ruangan sebuah ruangan kecil dengan semua  selang dan alat alat medis yang seumur umur baru kali ini aku melihatnya. Dia tanpa baju, hanya pampers. Badannya putih pucat, semburat tangis masih jelas di wajahnya meski aku baru melihat dari jauh. Dokter ICU pun menghampiri “ Ibu, maafkan kami kondisi anak ibu benar benar mengkhawatirkan karena jantungnya tidak merespon bantuan yang kami berikan, level spo2nya berada pada titik terendah yakni kurang dari 20 persen padahal kami sudah memasang ventilator dengan support tertinggi 100 persen.”

Aku lunglai, tak sadar aku hampir terjatuh dan menarik narik baju dan celana pak dokter, nafasku tercekat, aku masih memandang anakku dari jauh, mungkinkah ini? Mungkinkah ini cara dia meninggalkanku? Secepat ini? Aku langsung menjerit kepada dokter, “Tolong dok, tolong anak saya dok, Ya Allah dok tolong selamatkan dia!! Aku beralih ke tubuh mungilnya, memanggil manggil namanya, menciumnya, dan membisikkan : “ nak, io pasti bisa, bangun nak mama sayang io nak!” aku hampir meremas tangannya sampai suster menghentikanku. “Ibu, sudah ya.. jangan seperti itu!” Kami pun di antar keluar ruangan. Hampa

Penantian setelah keluar dari NICU adalah penantian yang amat sangat panjang yang pernah terjadi di hidupku. Tim dokter menjelaskan bahwa mereka akan memindahkan Dario ke inkubator untuk melihat apakah dia bisa merespons dengan baik semua support yang diberikan.

Di luar aku menangis sejadi-jadinya, meraung tidak karuan, tak ada satu orang pun yang mampu menenangkan aku namun akhirnya aku sadar, tangis tak berujung takkan mendatangkan manfaat apapun malah akan membuat kondisinya memburuk karena anak memiliki ikatan batin dengan ibunya yg mana setiap pergolakan emosi senang dan sedih akan berpengaruh pada keduanya.
Kami masih menunggu, menanti ada kabar baik. Nil. Tak ada suster yang menyelinap dan memanggil keluarga Dario.

11.30
Pukul setengah 12, kami dipanggil. Kami diberitahu bahwa pemulihan Dario lebih cepat dari perkiraan dokter. ventilator sudah berfungsi minimal dan dia sekarang berada di inkubator. Alhamdulillah, berita baik datang setelah ribuan doa yang dipanjatkan. Tuhan tidak pernah tidur kan?


***

Hari demi hari terus berlalu, Sabtu, Minggu, hingga Senin, aku dan suami menginap di rumah sakit kadang tidur di masjid, di musholla dan kadang di bangku besi ruang tunggu ICU syafira. Makan tak enak, tidur apalagi. setiap menit rasanya ingin melihat kondisi Dario, tapi setiap hari hanya boleh berkunjung 2 kali, pas makan istirahat siang dan menjelang maghrib.

Selasa 17 Maret 2015

Tidak ada progress berarti pada kondisi Dario, malahan grafik cenderung menurun. Menurut dokter tak ada yang salah dengan support yang mereka berikan, tapi aku yang setiap kali melihat dan merekam dalam ingatan nomor-nomor yang tertera pada monitor jantung bertanya-tanya kenapa spo2 anakku tak pernah sebagus anak-anak lain. Dario sudah dipindah k ruang recovery bayi, dia dijejerkan dengan bayi-bayi lain. setiap bayi memiliki monitor sendiri sendiri. Mudah saja untuk membandingkan keadaan Dario dengan bayi lain, dan hanya Dario seorang diri yang memiliki Spo2 kurang dari 80, dan hari ini, Spo2 nya di level 78 ketika tidur.

Aku ngotot bertemu dokter bukan pada jam seharusnya, setelah proses diplomasi yang cukup alot, dokter lewat asistennya mau mnyediakan slot untuk berbicara padaku dan suami.

Aku membuka percakapan "Dok, anak saya kenapa Spo2 nya rendah dan semakin turun makin hari dok"
Dr Oyong, adalah dokter anak yang juga penanggung jawab NICU, buka suara " begini ibu, saya memiliki kecurigaan bahwa anak ibu memiliki kelainan jantung namun karena saya tidak kompeten untuk memberikan diagnosa tentang jantung anak, maka saya mau buatkan temu janji dengan Dokter Shirley di Eka Hospital agar semua bisa clear, kalau ibu mau saya juga sarankan recovery Dario dipindahkan saja kesana karena saya yakin, disana akan lenih maksimal penanganannya."
Aku kaget, tapi aku merasa ada benarnya, RS syafira terlalu penuh sesak dan aku merasa suster-suster kurang berpengalaman. Aku bilang ke Dr Oyong, OK dok, saya tidak ada masalah, kapan bisa kesana dok? Dokter pun mengatakan dia akan langsung menelpon dan semoga konsultasi dgn Dr Shierly bisa dilakukan sesegera mungkin mengingat Dario dalam kondisi menurun.

***
Aku masih menangis tak karuan di koridor Eka Hospital Pekanbaru, hal yang disampaikan Dr Shierly adalah hal yang luar biasa mengerikan " Anak ibu memilki kelainan jantung Tof, tanpa intervensi dia tidak akan bertahan" dia bilang.
Dr Shirley adalah Dokter keturunan Tionghua lulusan Universitas kenamaan di AS dan dia adalah Dr Spesialis Jantung Anak yang pertama dan satu-satunya di Pekanbaru. Diagnosisnya tak mungkin salah, meskipun ada kemungkinan seperti itu, paling tidak hanya salah sedikit. Dan yang mengagumkan dari sosok Dr Shierly adalah wajahnya yang minus ekspresi ketika menyampaikan diagnosis. Aku dan suami tak mengira bahwa kasus Dario adalah kasus ekstrem, sampai ketika kami bertanya kapan dia perlu dioperasi.
Aku dan suami bertanya dengan santai (karena kami tak berpikir Dario bisa memiliki PJB separah itu) " Hitungan bulan atau tahun dok operasi Dario bisa dilaksanakan?"
Lantas dia menjawab dengan lugas, aduh bu "hitungan hari ya, saya tidak yakin anak ibu bisa bertahan lagi 2 minggu ke depan jika kita menunggu"
"Saran saya, jika ibu punya uang, dalam 2 hari ini pergilah ke Institut jantung Negara di KL, saya akan buatkan surat khusus nanti ibu bawa dan serahkan langsung pada staf ICU, minta segera dilakukan tindakan dan untuk kasus Dario yng urgent, saya yakin mereka akan bisa melakukan intervensi bahkan pada weekend.

Kaget, sedih, marah, campur aduknya perasaan sungguh tak bisa dideskripsikan lagi. Satu hal yang pasti kami harus, dalam 2 hari, mencari uang ratusan juta rupiah, entah itu dari berhutang atau menjual harta aktif kami. Otak berpikir keras, hati masih hancur, tapi sesuatu berbisik "semua akan berakhir baik" I trusted that voice.


***
Sabtu 20 Maret 2015

Uang sudah di tangan dalam bentuk cash, meskipun tidak banyak tapi cukup untuk pembayaran di muka proses admission. Tiket pesawat sudah dipesan. Kondisi Dario yang penuh dengan alat-alat medis menempel sebenarnya tidak memungkinkan untuk bepergian dengan pesawat komersil, apa lacur kami bukan orang kaya, sempat terpikir untuk memakai jasa service med-ev (medical evacuation) tapi jarak antara Pekanbaru-Kuala Lumpur memakan waktu maksimum setengah jam perjalanan, tapi biaya tambahan ratusan juta tak mungkin lagi rasanya untuk bisa diperoleh dalam waktu dekat. Jadi it's fixed, kami akan berangkat dengan pesawat komersil Garuda dengan transit di Jakarta.

Aku dan suami berangkat pagi-pagi sekali, setelah semalaman tak bisa tidur, we ended up talking meanwhile preparing  luggage. Sesampainya di RS, kami terkejut kenapa kok belum dokter dan suster belum siap-siap, kesiapan yg ku maksud adalah prosedur medis untuk Dario, selang infus belum diganti dengan yang baru sementara terakhir kali diganti adalah 3 hari yang lalu, ini adalah hal yg membahayakan karena bisa saja salurannya macet krn tangan bayi mudah bengkak. Aku berpikir positif saja, ah mungkin tidak diganti.
betapa kagetnya aku bahwa mereka memutuskan untuk mengganti selang infus dengan yang baru pada pukul 6.30 pagi! Ya ampun, aku takut setengah mati kalau kalau Dario menangis dan Tet spell sehingga bisa kritis lagi. Benar saja, Dario tak berhenti menangis, sempat terjadi pendarahan pada tangannya yg bengkak bekas tempat infus. setengah jam berlalu, dario masih menangis, 1 jam berlalu, Dario belum berhenti menangis juga! Aku panik dan langsung berteriak : "Apa kalian tidak berpikir mengganti infus kemarin malam? bagaimana ini kalau tidak jadi berangkat!" teriakan ku tak mendapat respon apapun kecuali kata-kata penghibur : "Ibu yang sabar ya!"

Kata-kata hiburan itu sungguh sia-sia, Dario masih menangis dan badannya semakin membiru, tangisannya sudah berubah menjadi raungan kesakitan. Aku masih berteriak sambil menangis, aq melontarkan ancaman kepada RS tersebut, kalau sampai aku kehilangan anakku, maka aku tuntut mereka.

Penanggungjawab RS Syafira menemuiku, mengatakan bahwa mereka sudah menelpon dokter anak untuk mencarikan solusi agar Dario bisa berangkat. Aku mengiyakan dengan acuh, masih menangis, terbayang puluhan juta tiket Garuda melayang dan anakku tak bisa diselamatkan tepat waktu hanya karena keteledoran RS ini.
Dokter anak itu datang, seorang perempuan muda yang aku tak tahu namanya. Dia melihat kondisi Dario dan memutuskan untuk memberikan obat penenang yaitu morphin agar Dario berhenti menangis, Dia bilang ini cara terakhir dan mengingatkan aku bahwa mereka sudah melakukan yang terbaik untuk Dario, kejadian ini sebenarnya di luar kendali mereka. Dokter itu memelukku sambil berbisik : "Ibu yang tabah ya, saya tahu ibu sudah melakukan yang terbaik untuk anak ibu, tapi Tuhanlah yang berkehendak. tapi saya ingin tekankan bahwa ibu harus tetap berangkat apapun yang terjadi!"

08.15
Dario berangsur tenang. matanya masih tertutup, tapi badannya tak lagi sebiru sebelumnya. kami memtuskan saatnya berangkat. Ini dia, momen krusial.. semoga tak terjadi apapun selama perjalanan. Perjalanan yang kami tempuh adalah PKU-JKT-KL. tak punya pilihan karena tak ada Airlines dengan Direct Flight yang mau mengangkut pasien sakit berat, apalagi anak bayi, resiko terlalu besar, manajemen Air Asia minta maaf padaku waktu aku memohon bantuannya untuk evakuasi Dario.

Penerbangan ditangguhkan beberapa saat, karena ketika Dario terserang tet spell, mamaku menelp Garuda dan memohon untuk menunggu kami. Kami beruntung karena mamaku punya teman salah satu manajemen Garuda Pekanbaru.

Tangisan dan doa menggiringi ambulans yang membawa kami ke bandara Sultan Syarif Kasim II. Aku, suamiku, seorang dokter muda, suster kepala menemani Dario. Kami tak berhenti berzikir, Aku tak berhenti komat-kamit, tak terasa semua surah yang aku hapal aku bacakan. Aku tahu, mungkin ini usaha terakhirku tapi juga aku tahu mungkin ini akan berakhir baik.

Kami berangkat, semua mata tertuju pada kami terutama suster kepala yang menggendong Dario sambil berzikir. Alhamdulillah Dario tenang sekali, matanya sudah mulai terbuka, sesekali dia melihat ke arahku, tak tahan aku langsung menangis.. Ya Allah, aku mohon untuk tidak kehilangan dia saat ini, aku mohon. gumamku dalam hati.

04.45
Kami sampai di KLIA I, Pihak IJN sudah mempersiapkan ambulans untuk membawa kami, bahkan mobil untuk aku dan suamiku. Sesampainya di Bandara, kami kesulitan menjelaskan kepada staf imigrasi bahwa kami datang untuk proses evakuasi anakku yang sedang gawat. Mereka ngotot bahwa aku harus menelpon IJN untuk konfirmasi karena kami tak boleh keluar bandara jika tak ada yang menjemput. Aku jelaskan lagi bahwa mereka sudah di luar tapi aku tak bisa menelpon karena tak punya kartu provider Malaysia. Seorang staf imigrasi, wanita muda yang kebetulan seorang ibu terenyuh melihat kami dan menawarkan diri untuk membantu. Dia menelpon IJN, dia cek apakah ambulans IJN sudah siap membawa kami. Akhirnya, setelah menunggu setengah jam, kami berhasil sampai di ambulans. Sebelum berpisah, dia sempat mengambil foto Dario dan mengatakan bahwa dia akan menyertakan Dario dalam doanya, semoga Dario bisa segera sembuh, tak terasa kami berdua berpelukan sambil menangis, ternyata dia pernah kehilangan bayinya karena sakit parah.

06.00
Sudah menjelang maghrib ketika kami sampai di IJN. Perjalanan dari KLIA I ke IJN adalah perjalanan yang menyayat hati, 2 jam lebih. Aku tak tahu apa yang terjadi pada Dario karena kami ada pada mobil di belakang ambulans. hanya dokter dan suster yang boleh ikut ambulans.

Sesampainya di Emergency Room, kami disambut dengan bermacam-macam dokumen yang harus dibaca dan ditandatangani. Jantungku berdebar, kenapa mereka tak segera membawa Dario. Akhirnya setelah aku jelaskan dengan bahasa inggris, bahwa anakku kondisinya gawat, mereka langsung membawa Dario, tapi ke Ward!

Ward, aku benci tempat itu. Di sana, aku harus menyaksikan suster-suster IJN dengan tidak hati hati memperlakukan anakku hingga dia menangis lagi.
Dokter kemudian memerintahkan suster yang menangani Dario untuk membawa Dario untuk di echo (usg jantung), aku dan suamiku juga dipanggil. Dokter memeriksa jantung Dario dengan seksama, dia tak berkata apapun hanya berdesah. Pertanda tidak baik, dalam hatiku.

Dario masih menangis ketika suster membawanya ke ruang bayi, sementara aku dan suami masih bersama dokter untuk mendengar penjelasannya. Batinku meringis mendengar tangisannya, tapi tak bisa beranjak karena aku ingin mendengar diagnosa dokter mengenai kondisi Dario. Dokter bicara ini itu, tak fokus tapi aku masih saja menyimak, intinya dia bilang kasus Dario terbilang kompleks, tapi pertama-tama mereka ingin melihat apakah ductus Dario masih terbuka, kalau tidak maka intervensi lebih invasif mau tak mau harus dilakukan.
kami selesai mendengar penjelasan dokter, aku kembali ke ruang bayi, melihat Dario masih menangis tapi suster tak mengizinkan aku menggendongnya padahal aku tahu dia takkan berhenti menangis kalau tak ku gendong. Aku biasa menggendongnya sambil membisikkan kata-kata cinta dan sayang serta memohon dengan suara halus agar dia tetap bersama mama dan papa, kerap juga aku bisikkan : "Dario pasti sembuh sayang, sabar ya nak"

Antara kesal dan sedih, aku merasa bahwa RS ini tak memberikan pelayanan maksimal, mungkin karena aku hanya membayar biaya pendaftaran. Aku bilang pada suami kalau aku akan kembali ke tempat resepsi di emergency untuk membayar uang pengobatan dengan semua uang cash yang kami bawa.
Dengan hampa aku berjalan, memasuki pintu, lift, entah kemana pun itu aku hanya berjalan, orang orang yang kebetulan melihatku memasang wajah heran kenapa aku menangis terisak sambil berjalan. Aku palingkan wajahku, buru-buru mencari pintu lain. Entah sampai dimana aku tak tahu
tangisanku semakin menjadi-jadi, aku mengutuk dalam hati kenapa anakku bisa sesial ini terlebih lagi perjalanan yang jauh kami tempuh hanya untuk mengobati dia dan diganjal dengan perlakuan seperti ini. Akupun mengutuk diri sendiri kenapa aku bukan orang kaya yang bisa menyewa pesawat charteran agar sampai lebih cepat dan RS akan lebih responsif

Dalam keadaan kalut aku masih saja berjalan entah kemana, sampai akhirnya aku melihat tempat dengan tulisan reception. Aq menghampiri wanita muda itu, dan mengatakan bahwa aku dari Indonesia dan aku sungguh punya uang untuk membiayai pengobatan anakku berapapun itu, aku mulai ngawur karena bicara sambil terisak hingga dia ataupun aku tak mengerti apapun yang aku sebutkan. Dengan sisa kekuatanku aku bilang nama anakku dan ruangan tempat dia berada sekarang. Wanita itu menelpon ke ruangan dan disambut suara dokter yang bebicara denganku tadi, dokter itu bilang anakku dalam keadaan tidak sadar dan sangat kritis. Aku lunglai, sekali lagi kehampaan menghantamku..

08.00
Wanita itu membantu aku untuk sampai ke PICU, sesampainya di depan PICU, aku memeluk suamiku, kami berdua menangis. Dia bilang " Where have you been, I was looking for you before" Lantas dia bilang kami harus bertemu dokter.

Masuk ke PICU, suasananya sangat mencekam, bunyi monitor jantung disana sini, aroma obat-obatan. Aku tak sabar bertemu anakku, tak sabar ingin menciumnya. Ruangan PICU itu besar, tapi terasa sesak buatku, bayi yang dirawat disana memiliki banyak alat-alat medis yang menempel, dengan ventilator alat penopang kehidupan. Sungguh aku tahu pasti perassan orang tua anak-anak yang sedang berjuang untuk hidup ini. Berat

Itu dia, anakku berada di boks bayi sebelah kanan ruangan NICU di dekat desk dokter. Aku hampir tak mengenalinya, dia bengkak dan membiru, dari sudut matanya masih mengalir air mata, aku tahu dia masih menangis. Berikutnya dokter bicara padaku dalam bahasa melayu yang kental, intinya dia bilang dia tak menemukan ductus pada Dario, tampaknya tak ada yg bisa dilakukan. Aku langsung menimpali " I've gone here to get my son medicated and you said there's nothing you can do? what do you mean?.. Aku langsung histeris, Dok, " tolong ank saya dok, tolong dok, Ya Allah dok...aku menangis menjadi-jadi, semua buyar, aku beranjak ke boks Dario dan menangis di depannya sambil memengang tangan kecilnya aku bilang, "nak bangun nak!"Saat itu yang terbayang adalah rasa sakit pasca melahirkan dan kesedihan betapa pahitnya jika aku harus kehilangan dia, hanya 2 bulan dia bersama kami.. tak mungkin, Ya Allah tolonglah kami..

Aku menangis terus selama satu jam aku memegang tangan kecilnya, sampai suster berbisik " Ibu jangan menangis, karena apapun yang ibu rasakan pasti dia rasakan, lihat Dario bu, dia menangis dalam tidur". Aku lihat Dario, benar air mata makin deras mengalir dari sudut matanya yg masih tertutup. Aku buru-buru menghapus air mataku, aku bilang "nak mama gak nangis lagi, Dario jangan menangis ya!"

Kami menghabiskan malam itu di waiting room PICU IJN, pendingin ruangan RS yang disetel tak tanggung-tanggung membuatku merasa berada di dalam kulkas. Dingin sampai menusuk ke tulang tapi kami bertekad tak beranjak karena kami tak mau berada jauh dr Dario. Malam terasa panjang, aku terbangun berkali-kali dalam keadaan gemetar, aku lupa kapan terakhir kali aku mengisi perutku tapi ah, aku merasa tak ingin makan atau apapun.

Esok hari adalah hari yang pernting karena Dr akan melakukan kateterisasi yang pertama kali pada Dario, untuk melihat kondisi jantungnya dan memastikan mereka bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Dario.

***
Kateterisasi Dario adalah case1 yang artinya akan dilakukan pagi-pagi sekali yakni jam 8 pagi. Dokter anestesi menghampiri kami dan menjelaskan prosedur serta meminta kami membubuhkan tandatangan. Katanya ini adalah proses awal koreksi, kateterisasi akan sangat membantu memberi gambaran jantung Dario, dari mulai anomali serta flownya. Kateterisasi adalah dengan memasukkan sejenis selang di pangkal paha.

Kami masih di depan ICU, berharap bisa melihat wajahnya sebelum prosedur dilakukan, tapi rupanya dia tak melewati koridor utama melainkan jalur di dalam ICU. ketika kami dipanggil, prosedur telah selesai.

Dr Hasri kemudian memanggil kami ke counseling room, tempat para dokter biasanya menjelaskan diagnosa. Dr hasri menyampaikan permohonan maafnya karena kemarin beliau tidak di tempat meskipun Dr shirley sudah mewanti-wanti bahwa kami akan datang hari itu. kemudian dia menjelaskan secara gamblang bahwa dario memiliki cacat jantung yang fatal dan kompleks namanya Tetralogy of Fallot with Pulmonary Atresia and Mapcas, tambahan bahwa VSD Dario berdiameter 1cm, meski begitu kasusnya treatable tapi melalui banyak tahapan. Dr hasri mengemukakan banyak opsi untuk Dario tapi menurutnya yang paling mungkin dan kurang berisiko adalah pemasangan Shunt, bukan BT shunt melainkan central Shunt. Tak banyak yang kami tanyakan kala itu, hanya pertanyaan seorang ibu yang putus asa, " Apakah anak saya akan selamat dok?" Dr hasri langsung bilang " Kita manusia hanya berikhtiar, Allah jua lah yang sentiasa berkehendak"