3rd Wedding Anniversary : Amor Vincit Omnia


Non posso vivera senza di te.. davvero ~~


This December 21, 2016 marks my 3rd wedding anniversary with a great man whom I proudly call Hubby. He is one of a kind, the once-a-stranger man who made his 10k miles trip only to see me in a real life.

I was more than Lucky that day February 5, 2009, you sent me a friend request and started a chat. I still can feel my heartbeat on the day you said you fell in love with me though you knew we were different. It seems like yesterday that we exchanged message "I'm fine" on our facebook walls.

Those days amore, I cherish them every single day...

Do you remember our first sight? there at the airport back on December 24, 2012. You in your professional outfit (like you are going to have a job interview :p) against me who wore a pink long-sleeve t-shirt. I was late though to pick you up, damn the traffic jam that made me lost some minutes to see you for the very first time.

That day was the most memorable day of my life. Finally, our virtual chats turned into real-life chats, eyes to eyes. I can't lie that day I barely could think straight, I was feeling I was walking on the clouds, so peaceful

"Thank you for coming!" I said half-screaming
" How are you?" you said half-whispering.
Our conversation was as awkward as bumping into strangers on the street and saying Hello...

In the car, I sang a song and I've made you laugh so hard for my not-so-awesome voice singing Nidji's song. Do you still remember the song tesoro? Ah, Don't mind that..

That lovely December we hesitated if we ever gonna made marriage happen due to our massive differences and such resistance from my dad but you kept saying to me, we'll make it.. if we don't understand each other, we repeat till both understand. For my family, you promised me to melt their hearts. You did.. You did darling and it was effortless if I may say.

There went our LDR, connected only by Whatsapp and Skype with sometimes a really slow internet connection, we kept going and loving each other even stronger till our marriage month.

Early December 2013 was damn hard for me and I guess also for you. We fought every single day over little things. I, as well, remember how I thought of giving this love-story up coz too much pain in fighting and disputing for something irrelevant.

We made it though, we made it to the day you held that Penghulu hand and stated Akad in perfection. One time only and people cheered on us.

I admit that I didn't cry that day, I felt sort of happiness and such relief but on the other hand, I felt scared of what life might be. Did you feel that too?

Love conquers all

Three years with you through hard times and bumps showed me what real love could actually do. Those dreams we have that shattered right in front of our face, made me realize how life can be so mean and painful.

We've lost them for the sake of Dario: money, house, car and we had to start all over again from zero
Nobody could ever endure these things I suppose, neither us that time. You and I were constantly stuck in the deepest sadness though our minds still tried to figure out what actually happened to us, to our lovely son.

Those diagnoses, those critical moments, those beeping heart monitor, those prayers, those tears, those cries, those screams, those sujuds, those miracles... I saw you crying so hard in that masjid, your prayers are longer than you ever did. I thought, this is it.. we're gonna make it. This is LOVE that made us stronger.

Thank you amore, Thank you for being with me all the time, for being shoulders for me to cry on, for being the only person I could count on when all people losing hope on me, on us.

Love will conquer all.. like the sayings. We keep believing that and we are living that way as well.

I love you endlessly..

Happy 3rd anniversary..
More miracles to come..









To veil or not to veil : An Honest Note for Being Muslimah in The West




Saya percaya, religiusitas adalah  domain private. Tak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa merasakan pengalaman religius yang sama, karena perasaan itu transendens, beyond words. Saya seorang muslim, yang dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan moderat selalu diajarkan tentang pentingnya menutup aurat dan berhijab. Ayah saya yg seorang muhammadiyah sangat keras sekali akan peraturan ini. Dulu, ketika saya masih menginjak bangku sekolah dasar tahun pertama, Ayah nampaknya gusar dan akhirnya tahun ketiga memindahkan saya dan asik-adik ke sekolah Muhammadiyah yang semua muridnya berhijab. Kala itu, saya tak mengerti arti sehelai kain penutup kepala saya, buat saya dan adik saya, hal ini adalah sekadar dresscode.

Setelah 19 tahun menggunakan hijab, melewati berbagai fase remaja, fase mode hingga fase syar'i sekarang ini sedikit banyak memberi saya pencerahan, bahwa hijab yang konon dulunya di anggap sangat ketinggalan, sekarang malah menjadi salah satu fashion style hingga couture internasional. Saya bahagia, merasa bahwa hal ini akan memudahkan muslimah untuk menjadi diri sendiri sekaligus menjadi hamba Allah yang taat.

Bahagia, bangga sebagai muslimah dengan hijabi identity turut mengantarkan saya ke Italia. Meskipun alasan kepindahan saya sebenarnya adalah alasan personal, emosional dan medikal anak saya, saya dengan sangat berbangga hati hidup berdampingan dengan mereka yang kristen, sekuler, agnostik juga atheist. Kala itu saya memiliki keyakinan bahwa mereka akan menerima saya tanpa melihat baju dan hijab yang saya pakai, bahwa mereka akan memperlakukan saya LEBIH baik karena saya menutup aurat. Ternyata saya salah, sangat salah. Terlepas dari easy going-nya mereka, namun satu hal, jilbab hijab dan niqab masih menjadi hal tabu, kerap menjadi bahan olok-olok serta berbau migran dan teroris. Tentu semua ini tidak benar, sangat salah bahwa Islam diidentikkan dgn hal-hal negatif dan rasis adalah hal yang intoleran dan bertolak belakang dgn nilai-nilai 'Freedom' dunia barat.

Lantas di mana posisi saya? sebagai seorang pendatang, meskipun beruntung memiliki suami seorang Italian, saya masih dituntut untuk menerima nilai-nilai dan norma di Italia. Italians adalah masyarakat konservatif, dengan budaya kristen yg kuat dan mereka termasuk masyarakat paling religius di Eropa. Secara tidak langsung ada tekanan tekanan tertentu atas bagaimana orang lain (baca:asing) bersikap dan membawa diri di sini. Tentu tak ada tindakan frontal seperti yg terjadi di Amerika di mana seorang pria menjambak dan mencopot jilbab muslimah secara paksa di atas pesawat, namun di sini anda tahu bahwa ketika anda hendak berurusan dgn Kantor Urusan Sipil, anda tidak akan dilayani kecuali jilbab dilepas dan baru-baru ini, keluarlah peraturan bahwa untuk memasuki area publik dan juga rumah sakit harus tanpa penutup kepala, atau tidak akan dilayani.

Bagaimana saya bersikap? Awalnya saya resistan sambil berharap tak ada sikap diskriminatif yg saya dan keluarga terima karena jilbab yg saya kenakan. Semua ejekan, tatapan penuh amarah dan penolakan saya anggap angin lalu dan saya berdoa dalam hati agar mereka tidak memperhatikan gerak-gerik saya. Hal ini hanya bertahan hingga winter pertama saya di San Dona.

Pasca Terorisme Brussels, kondisi semakin membuat saya takut dan hal ini berawal dari kegusaran saya Musim Gugur yg lalu ketika kami hendak duduk dan minum secangkir teh juga pastry di sebuah Caffeteria. Kami duduk di dalam dan waiter jg waitress melihat kami namun urung untuk bertanya kami ingin pesan apa. 40 menit berlalu, suami sudah hendak langsung memesan saja dgn mendatangi meja utama Caffeteria, tapi saya bilang tidak perlu krn mungkin mereka gak suka kita di sini, dari tadi saya dgr bisik bisik juga beberapa aura ketidaksukaan.

Caffeteria mungkin tidak ingin menerima kami, tapi Supermarket tidak mungkin bersikap yg sama, mereka tak ingin kehilangan pelanggan utk alasan apapun, inilah pemikiran saya waktu itu. Lagi lagi saya salah.
Hari itu, saya pergi berbelanja dengan anak dan suami. Selesai keliling, memasukkan barang ke trolley kami siap untuk ke self-service checkout (SACAT) . Selesai semua, kami tinggal pulang. Tiba tiba, seorang security menghampiri saya dan memeriksa saya dgn metal detektor. Astaghfirullah, sungguh keterlaluan, mereka pasti berpikir saya memiliki benda mencurigakan atau paling tidak tindakan ini didasari Islamophobia. Fyi, standar ini hanya berlaku untuk kalangan tertentu contohnya muslim dan orang asing dan tak ada landasan hukum yang mendasarinya. Suami saya tak mampu berkata-kata. Kamipun akhirnya pulang, membawa sejuta perasaan campur aduk, sedih, marah juga takut. We dont expect my hijab could cost us this kinda acts.

Saya mulai berpikir bahwa saya akan melepas jilbab saja, dan karena ini adalah winter, saya akan beraktivitas dgn menggunakan topi dan syal tebal. Ketika Musim dingin mulai membuat kondisi Dario memburuk, saya menjaga dia di rumah sakit dgn tidak menggunakan jilbab, untuk pertama kalinya di dalam hidup saya, saya membiarkan orang asing melihat rambut ikal saya terurai. Ada penyesalan di sana, ada kelegaan juga.

Saya tidak mengerti apa yg saya rasakan, tapi begitulah hidup.. perubahan datang tanpa secara penuh kita sadari..

Sejak itu hingga sekarang, saya tak lagi menggunakan hijab...

Kemudian, hal tersulit yang harus saya lakukan adalah untuk jujur kepada orang-orang yg mengenal saya, baik secara casual, professional maupun personal. Melepas hijab bagi saya adalah hal tersulit untuk saya terima dan saya yakin mereka juga begitu. Akan banyak keterkejutan, komentar dan juga yang tidak bisa dihindari, penghakiman. Saya sadar betul posisi saya di mata mereka, namun mungkin mereka tidak begitu mengerti posisi saya yang berada di Barat, sebagai seorang ibu, seorang wanita yang mengalami 'culture clash dan emotional clash' yang mencoba bertahan untuk alasan apapun agar anaknya bisa tetap hidup.

Above all, hanya Tuhan yang berhak menghakimi, bukan manusia, dan saya harap kita bisa mengerti bahwa semua orang memiliki pertimbangan masing-masing untuk dirinya, memaksakan pilihan pribadi kepada orang lain meskipun untuk tujuan yang baik bukanlah hal yang bijak karena 'We won't be able to be objective to judge the situation we've never been in'

Salam

The Place I call HOME p.2 : When what you want isn't what you need


Being away from home could actually change the perspective you have of yourself... Some people call it self-deprived, some cheered for its serendipity.


Never have I thought I would be moving away from home given the fact I was willing to build my own business due to an endlessly exhausting job as a teacher and a trainer. Long before I met my husband, I foresaw myself having an avant-garde restaurant which most of the menu I made from my creativity, don't get me wrong I was only a dreamer that time that I had no idea how to make it true, I just tryna listen to my inner voice, that I don't fit an office environment and I can't stand some personalities who intentionally stab me to my deepest bone and left such big scar and trauma.

I am no sensible person, yet I am sensitive, but being away from my comfort zone truly give a hit. I was challenged to be less sensitive, then less sensible, then lil' bit ignorant, It's not for 'looking cool' kinda reason instead for giving a peace to self because since I moved to Italy, rejections and heartaches aren't particular to me. I dare myself to be more self-centered as my life's goal now is making my son's condition improved, heck others who never showed up in my difficult times

Sometimes, I sit at the park facing my boy playing and mumbling and all of sudden I start to cry. How I miss being in my hometown but I know it isn't what I need now, I just can't help this feeling of wanting to be there.

My husband constantly reminds me that we are so lucky to be here, the fact that I don't have family and friends that I could ask a simple favor won't really matter for him. He said "finally you've got to learn to be independent, no more whining no more clinging to others to hold your feet. Pull yourself together, he added. Now, it's only you, me and Dario, else won't matter.

Two Culture Collide
Long before getting married, my husband and I have settled the goal that we're going to raise Dario in Indonesia as he needs to learn about Islam, to become a good Muslim, something that my husband misses from himself coz he is a muallaf.. but the destiny prevailed itself right in front of our face that Dario has to be raised in Italy, a country which Islam is a minority and where having a Muslim identity can cost you a life.
Here we are, trying to fix his heart and set aside the education we once dreamt to have for him. I guess the saying got its right, "let something to happen, worrying will not change the past nor the future, it'll only burden the present"

At the end what really matter is that you can hold tight your beloved ones, the world around will keep persistently pushing you to the limit and force you to admit 'I wanna freaking be there!" but here goes the inner voice " hold on dear, what you need now is here and you won't always get what you want to.."

The Place I call HOME : Throwback to The Life-Changing Event p.1



Coz home is where your heart is...




Tanggal 28 Mei 2016 lalu, tepat setahun aku menginjakkan kaki di San Dona' di Piave -Venezia. Aku dan suami mengubur mimpi kami untuk memiliki sebuah restoran Italia otentik di Pekanbaru dan memutuskan pindah ke Italia. Bukan hal mudah atau tepatnya adalah pilihan yang teramat sulit mengingat kami sudah mencurahkan segala upaya baik mental dan fiskal untuk pembangunan restoran yang tadinya akan berdampingan dengan rumah tipe 54++ kami. Keputusan ini adalah keputusan dadakan dan merupakan pertaruhan hidup dan mati buah hati. Sejak ia didignosa memiliki PJB ekstrem dan chromosomal disorder kami langsung menyimpulkan bahwa berkeras untuk tinggal di tanah air adalah sebuah kesia-siaan.

Tulisan ini adalah sebuah napak tilas setahun lalu, a throwback. Kronologis sebelum dan sesudah kami sampai di Italia. Juga sebuah tulisan tentang usaha tanpa batas yang kami lakukan untuk memastikan Dario bisa terus hidup dan bisa tumbuh dan berkembang selayaknya anak seusianya.

Pasca kembali untuk yang kedua kali ke Institut Jantung Negara (IJN) Kuala Lumpur, Dario dinyatakan cukup stabil setidaknya dalam beberapa bulan dengan bantuan obat-obatan. Kondisi sesak, nafas cepat dan nafas yang berbunyi memang tidak bisa dielakkan dan Tim dokter IJN juga Eka Hospital Pekanbaru tak tahu pasti mengapa Dario masih saja mengalami naik-turun pasca pemasangan Central-Shunt Maret 2015.

Dengan berat hati kami bertanya pada Dr.Hasri selaku cardiologist Dario, apakah kami bisa membawa Dario ke Italia dengan durasi penerbangan 16 jam. Dr. Hasri menarik nafas panjang dan menyatakan bahwa kemungkinannya adalah 50:50. Terbang dengan anak umur 4bulan apalagi dengan kondisi medis yang sangat berat bisa berakibat fatal terutama karena altitude dan kemungkinan berkurangnya pasokan oksigen ke Paru-paru. Dr. Hasri mengungkapkan bahwa sebaiknya kami melakukan medical evakuasi ke Italia. Kami menolak karena tahu pasti biaya fantastis yang harus dikeluarkan. Kondisi finansial sungguh tak bisa lagi diharapkan dan satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah membawa Dario terbang dengan penerbangan komersial biasa dan menanggung segala resiko.

Dr.Hasri tak memberikan surat keterangan layak terbang ke Italia untuk Dario melainkan surat layak terbang untuk pulang ke Pekanbaru.

Sesampainya di Pekanbaru, kami bergegas packing, menjual dan memberikan barang-barang kepada kerabat serta teman. Membawa pakaian dan uang seadanya karena kami yakin perjalanan ini sejatinya adalah moving on.. We aren't willing to take lots of things to bring back those sad memories.

Entah kami akan berhasil menyelamatkan Dario, Entah kami akan menyesali hal ini, satu yang pasti bahwa terkadang dalam hidup kita harus bertaruh. Taking a risk is equally as risky as to Letting it be.

Planning kami sebenarnya adalah sampai di Italia sebelum minggu keempat bulan Mei. Apa daya manusia hanya bisa berencana namun Tuhan yang senantiasa mengatur segalanya. Penerbangan kami dari Pekanbaru-Jkt ditunda selama seminggu karena ketika hendak berangkat Dario muntah muntah serta kolik dan otoritas medis bandara tidak mengizinkan kami berangkat. Akhirnya kami mengalah dan memutuskan untuk menikmati minggu terakhir di Pekanbaru dengan bertemu dan berpamitan dengan keluarga dan sahabat. Kami juga bertandang sekali lagi ke Dokter spesialis anak yang dari awal menangani Dario, Dr. Oyong dari RS Syafira Pekanbaru. Bukan hanya karena ingin mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal, kami juga ingin mendapatkan Surat Layak terbang untuk Dario.

Kami menghabiskan 3 hari di Jakarta untuk mengurus segala keperluan dokumen : Visa untukku, Paspor Dario dan setumpuk dokumen lain lain. Normalnya, butuh waktu 2 minggu untuk menerbitkan Paspor kewarganegaraan Italia di Kedutaan Besar Italia. Namun, aku memelas dan membujuk serta menangis terisak-isak mengharapkan otoritas Kedutaan menerbitkan Paspor itu lebih cepat untuk alasan kemanusiaan. Alhamdulillah, masih banyak hati yang penuh kasih untuk bisa mengenali betapa 'urgent' nya situasi kami.

28 Mei 2015

Kami berangkat tengah malam, tentunya karena semua penerbangan ke Eropa selalu dimulai dini hari. Dengan memakai baju ala kadarnya, aku menggendong Dario dengan Kain Panjang. Sandal jepit adalah sebuah penolong, dengannya aku bisa dengan sigap mengejar langkah seribu suamiku yang sayangnya harus membawa semua luggage sendirian. Oh, andai aku bisa mencampakkan beberapa brang-barang dari koper yang kami bawa tapi aku sadar tak ada lagi hal 'tidak penting' yang tersisa di koper-koper maha besar itu. Semuanya adalah barang-barang esensial, disortir dengan penuh kegalauan dan air mata.

Check in
Aku sudah mewanti-wanti suamiku untuk tidak mengungkapkan bahwa anak kami memiliki kondisi jantung 'impaired'. Sayangnya wanti-wanti itu lupa aku terapkan pada diri sendiri. Ketika mengobrol dengan staf bandara mengenai banyaknya barang bawaan kami, staf itu melihat NGT yang terpasang di hidung Dario. Lantas staf itu berbisik ke staf di sebelahnya dan mereka berdua menemui penanggung jawab staf boarding.

50 menit sebelum Boarding
Aku dipanggil seorang staf wanita dan dia menanyakan ada apa dengan anakku. Langsung terucap dari mulutku yang ember ini bahwa dia mempunyai penyakit jantung bawaan tapi telah dioperasi di KL. Dia lanjut menayakan apakah aku sudah mendapatkan izin terbang dari Dokter terkait kondisi Dario. Aku mengiyakan dan lantas menyodorkan surat layak terbang dari Dr. Oyong.
"Maaf ibu, pada penerbangan Internasional surat layak terbangnya harus dalam bahasa Inggris!"
(Goblok, tentu saja!!) Aku pun mengatakan bahwa hanya ini yang aku punya, dan penerbangan ini adalah misi penyelamatan anakku (mataku sudah hampir penuh dengan air mata)
"Maaf ibu, mari ikut saya!"
Aku pun diminta untuk mengikuti wanita ini. Tempat yang kami tuju cukup jauh dan dalam hati aku berdoa semoga Allah memudahkan penerbangan ini, semoga Allah melembutkan hati para staf dan otoritas penerbangan dan mengizinkan kami untuk terbang.
Sayup-sayup aku mendengar panggilan masuk pesawat untuk penerbangan Qatar Airways JKT- DOHA ---Telpon genggamku pun terus bergetar, aku yakin itu pasti suamiku yang menunggu kami dengan gelisah karena aku pergi saat dia sedang sibuk mengurus koper-koper kami.
10 menit berjalan, kami sampai di kantor Otoritas Medis Bandara Soekarno-Hatta. Aku langsung histeris, Dokter yang bertugas di kantor itu langsung mengusap punggungku dan kami menangis bersama.
"Dok, anak saya memiliki penyakit Jantung bawaan dan penerbangan ini adalah satu-satunya jalan agar dia bisa selamat dok! Saya mohon dok, Tolonglah!"
"Ibu, tapi kondisi dedeknya bagaimana? apa ibu yakin tidak akan ada masalah selama penerbangan? 16 jam loh ibu, apa ibu tidak takut?" Ucapnya berat
"Gak dok, saya lebih takut kalau saya stay dok, saya ga tahu harus apa lagi dok, saya ga punya apapun lagi!"
Dokter itupun langsung meminta asistennya untuk mengambil form layak terbang dan menanyakan detail kondisi Dario.
Sebelum beranjak pergi, aku memeluk dokter itu. Ya, dia adalah seorang wanita dan aku yakin dia paham kondisiku. Berbekal surat layak terbang itu, aku bergegas dan berlari-lari kecil menemui suamiku di ruang check in. Aku melihat sekilas jam tanganku : 00.15 am
Raut wajahnya sangat sedih, matanya basah. Aku yakin suamiku habis menangis karena tak yakin lagi kami bisa berangkat. Penerbangan ini sangat berarti, every minutes count especially for Dario

"Where have you been?" tanyanya
"I've talked to that lady and she gave me this paper, now we go!"
Kami langsung berlari menuju gate pesawat. Betul saja, hanya beberapa orang lagi masuk dan tentu saja dengan tergesa-gesa.

00.25
Pintu pesawat sudah ditutup, tapi aku masih sibuk dengan hal tetek bengek. Feeding bag, juga medicine bag sudah berantakan, isinya agak kacau karena dibawa berlari tadi. Nafasku masih cepat, jantungku rasanya mau copot dan seakan aku tak percaya kami bisa berangkat.
I closed my eyes and took a deep breath. Dario masih di kain gendonganku, dan dia masih tertidur pulas, Alhamdulillah anakku tak harus merasakan kacaunya perasaanku kala itu.

00.30
Took off
Pesawat pelan-pelan mulai bergerak, makin lama makin kencang. Tangisku pecah. Aku histeris, sungguh tak percaya kami akhirnya bisa berangkat. Aku membuka telp genggamku dan melihat banyak misscalled. It's my mom! I am really sorry that i didnt pick the phone call. I was too overwhelmed. Maaf mak!

That New Place with its scent of Summer Jasmine and Rose

Kami sampai di Marcopolo Airport setengah jam sebelum pukul 5 sore hari, tentu badan terasa sangat letih karena itu artinya sudah pukul 10 malam waktu tanah air. Penerbangan alhamdulillah berlangsung mulus..tak ada turbulence berarti meskipun jujur saja saya tak banyak merasakannya. Sepanjang penerbangan, Dario tak mau banyak tidur, dia menangis tapi tidak sporadis, mungkin karena lampu kabin dimatikan, dia tak pernah tidur tanpa dalam keadaan gelap sebelumnya.

Sungguh sebuah pengalaman yang menakjubkan, sepanjang penerbangan saya menggendong Dario kesana kemari melewati area hostess dan bolak balik ke seat kami. Saya yang sebelumnya saja tak pernah berjalan di koridor pesawat bahkan jika ingin ke kamar mandi, entah kenapa bisa sanggup menggendong Dario mondar-mandir bahkan kadang dengan turbulence yang membuat saya kehilangan pijakan. God gave me strength outta nowhere.

28 May, Hari itu benar-benar bersejarah. Akhirnya beban terasa lebih ringan karena tahu bahwa Dario berada di tempat yang tepat. Semilir angin penhujung musim semi membawa aroma jasmine dan rose. Ah, pertama kalinya dalam beberapa bulan aku merasakan sedikit kenyamanan dan perasaan lega.

San Dona adalah kota kecil yang berjarak 40 menit dari Kota turistik Venice, 30 menit dari Marcopolo Airport Tessera dan 60 menit dari Centro Galucci (cardiopathy centre) Rumah Sakit Universitas Padova. Kota ini menjanjikan kami sebuah harapan, harapan untuk Dario bisa sembuh dan tumbuh kembang seperti anak-anak lain. Mulai sekarang, ini adalah rumah kami. We call it home.

Fake it 'Till you Make it : The Power to Get it Through


You don't know how strong you are
Until being strong is your only choice...
~ unknown

***
Beberapa waktu yg lalu, saya terjaga di tengah malam dan seperti biasa sulit untuk terlelap kembali dan memutuskan untuk membaca sesuatu, apa saja, dan biasanya saya cek laman facebook dan mengklik beberapa tautan untuk membaca lebih lanjut. Kali ini berbeda, saya tertarik membuka postingan dari grup 'Heart Family Group' grup yang baru saya ikuti beberapa minggu yang lalu. Saya terhenyak dengan sebuah postingan seorang Ibu dari Inggris yang sedang putus asa menghadapi open heart surgery anaknya yang akan segera dilaksanakan. Dia mengaku sangat takut tapi juga tidak yakin apa yang harus dilakukan.



Pikiran saya melayang ke masa lalu, Setahun lalu yang penuh ketanyaan, tangisan, jeritan kehampaan hingga pikiran menginginkan kematian menghantui lagi. Ya setahun yang lalu saya juga memiliki concern yang sama dengan ibu di atas, hanya saja saya tak pernah mengungkapkannya. Saya memilih untuk masuk ke zona isolasi diri sejak Dario terdiagnosa CHD, jangan harap bisa chat dengan saya, bahkan saya pun mematikan telp genggam untuk  bisa mendapatkan 'peaceful moment'

Dulu, ketika mama saya bercerita tentang anak sahabatnya yang menderita lubang di jantungnya, saya sudah merinding membayangkan ketakutan dan kesedihan yang pasti menghajar sahabat mama itu habis-habisan. Menghajar dalam artian mental : kepahitan demi kepahitan yang bercampur dengan aura realistis dan negative thinking, Ah saya yakin kalau saya di posisi ibu itu mungkin saya sudah mati karena menahan sedih.

Ternyata tidak begitu, saya tak serapuh yang saya bayangkan. Ketakutan yang tadinya saya pikir akan membuat saya gila malah membuat saya semakin waras, serta kesedihan yang membuat saya ingin mati malah membuat saya ingin hidup lebih lama dan melihat bagaimana semua akan berakhir.

Lantas apakah semua sesederhana itu? hanya memeluk ketakutan dan kesedihan yang di depan mata? sure no, dimana mana teori itu lebih mudah daripada prakteknya tapi satu hal yang pasti pengalaman lah yang mengajarkan kita cara mengaplikasikannya. Jadi saya yakin sekali 100 persen, bahwa bagaimanapun seseorang menjelaskan cara ia bertahan atas sesuatu yang sangat menyedihkan dalam hidupnya kepda orang lain, orang lain tersebut takkan pernah merasakan hal yg sama sampai ketika hal tersebut menimpanya.It's real : you gotta face it to know what it feels.

Hal-hal yang menyakitkan itu datang dari dalam : dorongan impulsif yang mengatakan bahwa derita atau hal buruk yang menimpa orang-orang yang kita kasihi adalah hal yang paling menyedihkan di dunia, tak peduli orang lain mengalami apapun, yg paling menyedihkan adalah kesedihan kita, then we have nothing to do but to cope with that sadness in our own way, because it is inside us where others can't access it.

To be honest, I have tons of reasons to complain about my life yet I find it useless to even talk about it. Saya suka menyayangkan beberapa pihak yang suka komplain dengan hidupnya atau dengan hal-hal yang dia tidak punya atau juga hal-hal yang seharusnya dimiliki anaknya, saya membatin seraya berbisik pada diri sendiri, coba saja jika dia mau berjalan-jalan ke ruangan NICU untuk melihat para orangtua yang matanya sembab karena airmata yg kerap tumpah karena tak bisa menggendong anaknya, atau berkeliling di ruangan PICU untuk melihat betapa banyak doa yang dipanjatkan untuk kesembuhan buah hatinya, dia akan sadar betapa beruntungnya memiliki anak yang sehat.

Hei, anak sehat saja, adalah sebuah kesyukuran, bukan ketidakmampuan membeli benda-benda tangible tertentu yang harusnya membuat sedih dan galau. Benda-benda itu tak ada artinya sama sekali kalau orang terkasih sakit, dirawat dengan berbagai macam prosedur-prosedur medis. Kesyukuran memang tak bisa dipaksa tapi harusnya auranya bisa menular, ketika seorang kawan bercerita tentang anaknya yang sedang tidak enak badan, harusnya dari dalam diri muncul perasaan : Alhamdulillah, terimakasih Tuhan sudah menganugerahkan berkah kesehatan kepada seluruh keluarga bukan memberatkan diri sendiri dengan berkata, aduh harus segera beli stroller baru ni, yg lama sudah outdated banget.

Menjadi ibu sekaligus wanita yang memang tidak mudah. Kerapuhan adalah nama tengah kita dan ketika hal ini menyerang, pasti terbesit keinginan untuk mengakhiri semuanya. But no, hati pasti berbisik bahwa ketika semua masih kacau, bagian ini bukanlah akhir cerita melainkan sebuah klimaks. Mirip plot karya sastra memang, karena karya sastra juga adalah representasi alur kehidupan. Mengakhiri juga bukan sebuah solusi. keluarga yg ditinggalkan akan terbebani secara mental dan juga untuk diri sendiri ini berarti menyerah. Tuhan tak mungkin mengirimkan manusia ke dunia untuk hidup dan lantas mati tanpa berusaha dan berjuang untuk hidupnya. Hidup itu butuh perjuangan, dan setiap orang memiliki perjuangan dan medan tempur yang berbeda, hanya saja setiap orang memandang perjuangannya lebih berat padahal ini adalah subjektifitas. Ketika anda berada di ambang batas kewarasan karena ditimpuk cobaan berkali-kali, maka sulit untuk memandang segala hal dengan objektif.

Saat cobaan menghajar, hal terbaik yang harus dilakukan adalah berpura-pura tegar, berpura-pura kuat, tersenyum paksa meski meringis dan membatin di dalam hati. Trust me, it works! by doing this, kita mengirimkan impuls ke otak untuk tidak mengenali peristiwa ini sebagai hal yg luar biasa menyakitkan dan kemudian beban terasa lebih ringan. Fake it till you make it! Bahkan secara ilmiah ini juga terbukti, faking smiles during hard times can actually making your brain less damaged by the current saddest event in your life and it really can make you through the day!

San Dona' di Piave
9 Maggio 2016

Feeding is another Struggle : Notes from Heart Mamma


Courtesy Family Food on the Table

Katanya, Feeding your baby gives you the most romantic feeling ever of being a mom. Perkataan ini agaknya benar adanya hanya saja untuk Heart Mamma, romantic feeling biasanya berpadu dengan kepanikan, kegelisahan disertai ketakutan ini itu. Feeding normal baby saja boleh dikatakan adalah perjuangan yang keras, membuat plan dan list daftar makanan-makanan yang harus diperkenalkan, menghitung kalori, trial and error fingerfoods serta membuat makanan menjadi menarik dan lezat untuk disantap si buah hati.


Salah tingkah baru ngabisin Biscottino coklat :)

Okay, sementara untuk Heart mamma yang CHD Warriornya sudah memasuki bulan ke 6+, daftar panjang di atas harus ditambah dengan berbagai macam rutinitas seperti diantaranya filtering jenis-jenis makanan yang memiliki kalori tertinggi dan juga disukai. CHD Warrior biasanya adalah sosok-sosok yang appetitenya kurang, pun jikalau mereka punya selera makan yang tinggi, makanan dan minuman yang mereka konsumsi tidak bisa empty kalori, karena kondisi jantung yng impaired membuat jantung bekerja lebih keras dan membakar kalori lebih cepat jadi mereka membutuhkan kalori lebih banyak (so, jangan heran ya anak anak dengan CHD memang biasanya agak ramping dibandingkan anak anak lain)

Kegelisahan ini jugalah yang menggangguku, memasuki ulang bulan ke 16 Dario semakin hari semakin picky dan kerap membuang makanannya. Sebenarnya anakku bukanlah anak yang rewel hanya saja dia tetap anak-anak yang kalau tidak suka dengan makanannya ya jangan harap mau buka mulut, buat ketawa aja aja dia enggan( takut mamanya meyorongkan suapan demi suapan makanan yang dia benci). Sejatinya Dario adalah anak dengan selera makan tinggi (untuk ini Alhamdulillah) hanya saja dia susah move on dan suka makan makanan yang itu itu saja dan tergantung brand pula (untuk di Italia,Alhamdulillah baby foods yang branded juga ga mahal-mahal banget) jadi, yah sejak umur 8 bulan hingga sekarang makanan kesukaannya pasti : bubur Multicereals dengan Ayam dan kaldu sayuran, Minyak zaitun, keju Parmigiano/Grana Padano dan tentu saja fortifier : NEK. Sejak umur 8 bulan, dia sudah saya perkenalkan dengan bermacam-macam protein hewani seperti Ayam, kalkun, Domba, kambing, Sapi muda/tua, Kuda, Kelinci dan juga protein nabati : Brokoli, Wortel, Bayam,dst. Tapi ya itu kembali lagi bahwa dia suka sekali dengan ayam, kadang mau makan kelinci dan kalkun ketika mood lagi bagus.

Umur 16 bulan, normally anak-anak sudah mampu makan makanan yg bertekstur termasuk biskuit, buah masak dan sayuran masak, tapi anak saya kerap choking alias tersedak yang membuat saya takut setengah mati makanannya masuk ke paru-paru karena riwayat aspirasi yg dia punya. Akhirnya hanya beberapa kali dalam seminggu pasca recovery dari bronchiolitis dia saya cobakan makan makanan bertekstur. Salahkah saya? kerap pertanyaan ini muncul dalam benak, saya khawatir dia akan terus tertinggal tapi saya pun harus realistis bahwa hal terpenting adalah dia mau makan makanan yang kalorinya cukup tinggi untuk memastikan tubuhnya mendapatkan kalori yang dibutuhkan.

Sebagai heart mamma, saya tahu konsultasi gizi untuk tumbuh kembang CHD warrior sangat penting hanya saja di Italia slot konsultasi yang diberikan tidak banyak. Pasca Open heart kali kedua (Unifokalisasi), dietitian memberikan detail makanan lengkap dengan menu hari demi hari, tapi saya tetap harus berimprovisasi karena beberapa hal termasuk karena Dario tidak suka dan poop yang cenderung mengeras (which is really dangerous for CHD Warrior).

Googling untuk mencari solusi baby-weaning tak banyak membantu, dan hal yang sudah diketahui oleh Heart Mamma biasanya sering diulang-ulang dan magic wordsnya adalah : konsultasikan pada pediatrician dan dietitian anak anda. lagi lagi tak banyak membantu, karena sejatinya dokter pun tidak yakin bagaimana anak dengan CHD bisa mengalami kenaikan berat badan yang signifikan sehingga bisa mengejar ketertinggalan milestones. Fyi. Congenital Heart Disease adalah penyakit yang sangat sangat berbeda kasus per kasus, seorang anak misalnya bisa saja memiliki Tof tapi pasti tidak akan sama dengan anak lain yg memilki Tof meskipun secara garis besar mirip. Anatomi tubuh dan cari tubuh berkompromi terhadap jantung yg 'impaired' akan sangat berbeda pada masing-masing individu, so jangan heran ketika ada anak Tof yang tumbuhnya tambun tapi kulitnya slightly coloured ( agak gelap/membiru) dan ada juga yang kurus tapi kulitnya pink seperti anak kebanyakan.

Solusi paling mumpuni yang biasanya diberikan dokter anak adalah menambahkan fortifier di setiap makanan anak dan ini sudah saya lakukan. Sejak Dario di follow up oleh Tim RS Padova yg diketuai Prof Milanesi, Dario diizinkan untuk sekaligus mengkonsumsi dua fortifier seperti MCT oil dan juga NEK. MCT dan NEK ini mirip hanya saja NEK memiliki kalori lbh tinggi dan berbentuk tepung sehingga cocok untuk dicampur pada makanan. Apakah fortifier cukup membantu? hhmm pertanyaan yg tough. Jawabannya : ya cukup membantu meskipun kenaikan rata-rata per bulan hanya beberapa ratus gram saya, saya rasa itu tetap dinilai sebagai sebuah progress

Sebagai seorang ibu baru yang anak pertamanya memilki kondisi medis yang kompleks, saya terkadang merasakan kehampaan luar biasa ketika hal-hal yang saya usahakan tak kunjung membuahkan hasil, mungkin saya adalah sosok yang suka ngotot, tp kengototan inilah yang dulu berhasil menyelamatkan dia. Kalau saya tidak ngotot membawa Dario ke Italia, saya yakin dia tidak akan ada di sisi saya lagi saat ini. Namun sikap ngotot saya ini sekarang mungkin sudah tak berguna, atau mungkin saya harus membiarkan semua berjalan apa adanya, naturally..

hhmmm, jawabannya.. Saya harus berusaha lebih keras termasuk re-planning meal time dan juga komposisi makanannya. At the end for me, to 'Let it go' means to 'Have a go!"

Semoga kita para ibu tak cepat menyerah dan berputus asa ya, Menjadi seorang ibu adalah tugas mulia dan sebaiknya be the best one instead of the mediocre one... We just have to keep doing great, coz that's what we are, superheroes called Mom :)

Strolling in Noventa di Piave : A Little City with its Famous Shopping Village




Jadi ceritanya. Minggu lalu mama dan papa Dario diamanahi Nonno-nya Dario untuk beli beberapa outfits baru untuk Dario : camicia, giacca, pantalonne dan sebagainya. Karena mama dan papa Dario males nge-mall dengan alasan ingin menghindari keramaian, jadilah mereka bertiga pergi ke sebuah kota kecil yang jaraknya dekat sekali dengan San Dona di Piave, yakni Noventa di Piave.

Kota kecil ini berjarak 12 menit perjalanan, melalui highway dari San dona di piave. Berada di barat laut sebagai commune yang berpenduduk sekitar 7ribu orang, Noventa belakangan cukup tersohor dengan Outlet-nya yang menawarkan produk-produk Branded Italian dengan harga lumayan miring. Tidak heran jika berkunjung kemari, akan banyak bertemu artis dan orang-orang tajir.

Well, itu sedikit info tentang Noventa dan juga outletnya. Lantas ada apa saja sih di outlet tersebut dan apa yang membuatnya menarik? Yuk kita intip jalan-jalan saya ;D

***
Mmm, Noventa di Piave sebenarnya adalah nama commune yang agak cupu di mata orang-orang Venezia. Benar saja, dibandingkan dengan kota-kota lain di Venezia, Noventa tidak menyajikan apa-apa yang terdengar spesial, palingan duomo yang notabene juga ada di setiap commune seantero Italia. Noventa juga tergolong kota kecil yang mana ukuran kotanya hanyalah 18km dengan penduduk lebih kurang 7ribu orang. Wah, beneran kecil ya? eits tapi jangan salah, ada saja cara untuk membuat kota ini menarik salah satunya dengan kehadiran outlets barang-barang branded kenamaan dunia dan Italia.

Duomo Noventa di Piave

Noventa di Piave McArthurGlen Outlets Mall adalah nama panjang outlet di kota kecil ini. Outlets Mall ini dibuka pada tahun 2008 yang lalu dan merupakan grup dari McArthurGlen Designer Outlets Mall yang berbasis di Amerika Serikat. Meskipun merupakan grup outlet dari Amerika Serikat, outlet ini menyodorkan shopping experience bergaya italia klasik. Arsitektur bangunan terinspirasi dari Venetian dan Trevisan Palazzo yang menawarkan fusion sophisticated modern building dengan eksotika kota tua Venice dan Treviso. Tapi.. bukan ini saja loh yang membuat Noventa Outlet ini menarik, hal yang paling menakjubkan adalah bahwa Outlet ini menawarkan 70 % off untuk produk-produk semua produk brandednya ALL YEAR AROUND!!!! OMG, yang penggila belanja pasti stress ini dengernya.. ihihi

Centre of the Outlet. Courtesy outletvillage.it
Ada brand kenamaan apa saja sih di Outlets ini. Aduh, banyak.. total ada 150 lebih butik yang mendiami wilayah yang hanya seukuran kompleks perumahan ini, diantaranya : Prada, Gucci, Versace, Cavalli, Ferrari Luxury Accesories, Fendi, Furla, Paul Smith, Jill Sander, Guess, Burberry, Nike, Desigual dsb. Kabarnya sih list ini akan segera bertambah...

di dekat gate masuk



Berjalan-jalan Outlets Mall ini bak masuk ke lokasi shooting film, nampak unreal. Bangunan dibuat mirip bangunan di Venice dan Treviso hanya bedanya yang ini baru, ga ada kekhasan Venice dan Treviso yakni decayed touch. Yah namanya juga kan terinspirasi, yang penting suasananya dapet :D
Kami bertandang ke Outlet ini pada hari minggu dan masih suasana Spring, Alhamdulillah tidak begitu rame, kalau rame saya mah parno sekali, tapi ceritanya kami ke Outlet ini adalah untuk menghindari keramaian a la Mall yang mungkin bisa berakibat buruk pada Dario.
Tadinya saya berpikir, ga mungkin mahal gimana lah barang-barang disini karena suami kasih info bahwa ini outlet mall yang tujuan buat santai santai. Ada beberapa butik yang isinya brand kenamaan disini tapi mostly orang kesini untuk hang-out dan kongkow-kongkow, ternyata.. Oh my, barang-barangnya bermerk semua dan untuk shopping disini harus merogoh kocek dalama-dalam (kocek saya tak sedalam lautan :))
Sedikit kecewa memang karena dihadapkan dengan kenyataan bahwa kami takkan mampu membeli apapun untuk Dario dari Outlets ini. jadi yasudah..kami putuskan berkeliling melihat-lihat, siapa tahu kan ada kids station yang harganya miring banget.. kuncinya harus jeli dan sabar :D


Outlet ini disebut-sebut juga sebagai Shopping village premium di mana para turis luar negri khusus bertandang kemari demi memuaskan hasrat berbelanjanya. Outlet ini pun dianggap outlet tersukses dan yang terbanyak dikunjungi di Eropa, bukan saja karena butik-butik kenamaannya atau juga pemandangan yang disuguhkan melainkan karena tawaran potongan hanrga yang menggiurkan. Pengalaman saya berkeliling di shopping village ini, harga yang ditawarkan jauh lebih murah hingga mencapai 50 persen dari harga aslinya di butik-butik utama yang ada di kota-kota besar Italia seperti Roma dan Milan. So, ga heran ya pengunjung outlet ini tahunannya mencapai 3 jutaan orang lebih dan berasal dari seluruh dunia.
Saya sempat mendapati beberapa turis Arab dan Cina yang sangat glamor sedang sibuk menenteng barang belanjaannya dan keluar masuk butik Prada dan Armani. Saya yakin mereka adalah kaum borjuis negaranya karena jujur saja, saya jarang melihat penduduk asli berpakaian seglamor itu, dan bukanlah kebiasaan orang Veneto berbusana luar biasa outstanding hanya untuk jalan ke Outlets kecuali ya jika orang-orang tersebut adalah orang kaya berat ataupun supermodels.
Noventa Outlets ini memang dirancang sangat apik, tak puas jika hanya berkunjung sekali dan meskipun kita tak berbelanja, sungguh bukanlah hal yang sia-sia berkeliling di shopping village ini.


Replika Gondola dari Venice, buat pajangan :D




Sedikit bosan juga berkeliling tapi mikir seribu kali buat beli (kan ceritanya masih dalam rangka jalan hemat :D) jadi kami mojok dulu di Lindt, seperti biasa menyeruput coklat panas kesukaanku. Tergiur ingin membeli coklat Lindt yang luar biasa banyak jenisnya, tapi nooo.. telur coklat aja di rumah susah payah mau dihabisin, trus muka udah minyakan ga jelas, kehadiran jerawat senantiasa mengintai.. So, hayuk lanjut lagi lah kelilingnya :)







Being Muslim in Italy : between Real and Surreal Expectation



Teror yang terjadi di bandara Brussels beberapa waktu ikut menginspirasi tulisan ini. Timeline saya penuh dengan feeds dari channel channel berita internasional yang komentar-komentar pembacanya luar biasa kasar sekali terhadap Islam dan muslim. Tentu ini bukan hal baru, penembakan Charlie Hebdo dan teror di Perancis yang memakan puluhan korban telah menginisiasi Islamophobia ini, bahkan sebenarnya jauh sebelum ini semua. Pelan tapi pasti, stigma yang dilekatkan pada umat Islam sejak kejadian teror berulang dari ISIS berubah menjadi kebencian yang real, easy target jadi sasaran. Serangan terhadap wanita muslim berjilbab dan lansia telah beberapa kali dilaporkan di London, Birmingham dst. Bagaimana dengan di Italia sendiri? itu adalah salah satu pertanyaan yang diajukan keluargaku dan beberapa teman dekat, aku tahu mereka kepo sekali dalam artian postif bahwa mereka mengkhawatirkan keadaanku yang tampaknya jadi 'easy target' juga.

Menarik bahwa sudah lama saya ingin menuliskan perasaan dan pandangan saya selama kurun waktu hampir setahun tinggal di Italia (Utara). Sebagai mantan Mahasiswa Magister Studi Hubungan Internasional sekaligus Int'l Politics enthusiast saya tertarik membahas eksistensi kekinian masyarakat muslim di Italia yang menurut saya tidak seperti apa yang dibayangkan orang. Tak bisa berkaca dari Inggris jika ingin tahu bagaimana muslim Italia diperlakukan, melainkan harus melihat Italia sebagai cermin real bahwa clash itu memang nyata tapi tak sesporadis di negara Eropa lain.

Tulisan ini juga sedikit mereview jurnal yang ditulis oleh Claudio Holzner. Baca disini Re-Birth of Islam in Italy : between Indifference and Intolerance

prayers in Piazza Milan. Courtesy frontpagemag.com

***
Sebelum pindah ke Italia sebagai sebuah keterpaksaan, suami mewanti-wanti bahwa menjadi seorang muslim di Tanah suci umat Katolik bukanlah hal yang mudah, malah akan sangat sulit. Dia beralasan bahwa agama katolik sebagai agama mayoritas di Italia telah juga menjadi sebuah value yang mendarah-daging sehingga ketika dihadapkan dengan nilai-nilai asing, mereka cenderung antipati. Antipati bukan dalam artian membenci tanpa sebab namun menolak menerima kehadiran dan eksistensi nilai-nilai tersebut sehingga berimbas pada pengkotak-kotakan manusia.

Saya belum ngeh maksud suami di atas hingga saya dihadapkan pada sebuah katakan saja diskriminasi halus. Sebenarnya ini sudah saya alami sebelum bertolak ke Italia, tepatnya di Kedutaan besar Italia.

Kami sebagai pasangan beda negara, mempunyai setumpuk dokumen yang harus diurus dan kami sering menunda-nunda hingga Dario lahir dan terdiagnosa CHD ekstrem, tadaa, dokumen tadi mau tidak mau harus diurus ekspress dan seminggu sebelum jadwal keberangkatan kami memohon-mohon konsuler agar proses pengurusan tidak memakan waktu lama karena kondisi anak kami sangat mendesak. Konsuler senior kala itu, seorang napolitana jangkung berambut hitam keriting sempat acuh sekali dan membuat semua proses jadi panjang. Dia berkomentar tentang penampilanku yang berjilbab. Dia nyeletuk "ma vuole davvero andare in giro cosi, col velo in testa?" yang artinya kira-kira : mau kemana dia pake tutup kepala begitu?. Suami pun akhirnya harus menjelaskan panjang lebar dengan bahasa halus yang membuat dia akhirnya menyerah dan bersedia membantu kami.

Saya marah sekaligus sedih, bertanya dalam hati, apa sih hubungannya sehelai kain di kepala dengan urusan dokumen ke Italia dan kenapa pula dia ikut campur atas busana yang saya gunakan, bukankah barat respect sekali dengan kebebasan berekspresi? Pertanyaan bercampur kesal memenuhi kepala tapi tak mampu diucapkan, Ah I thought, can't be this bad there in Italy.

Begitu mendarat pertama kali di Bandara Int'l Marcopolo Tessara juga, saya memang merasakan gelagat aneh security, mereka lebih curiga kepada kami, padahal kami menurutku kami sama sekali tak mencolok, hanya saja saya mengenakan jilbab yang agak panjang. Para petugas itu memeriksa suamiku dengan seksama kemudian menanyainya, begitu tahu bahwa suami adalah warga negara Italia, mereka langsung melepaskan.

Well itu adalah pengalaman personal saya mei tahun lalu. Lantas bagaimana perasaan saya selama setahun tinggal di Eropa tepatnya di negara yang cenderung religius dibandingkan negara Eropa lainnya. Saya bisa bilang bahwa tinggal di sini, di Italia dimana mayoritas masyarakatnya adalah Katolik taat adalah sebuah hal yang cukup membahagiakan, lepas dari semua diskriminasi halus yang saya rasa adalah hal wajar, di Indonesia pun masih ada diskriminasi halus pada kaum minoritas tapi tak sampai pada hal-hal yang membahayakan nyawa. Tinggal di Italia masih jauh lebih baik ketimbang tinggal di Eropa barat menurut saya dimana mereka yang ateis suka menghajar habis-habisan mereka yang beragama dan pada saat ini yang terutama adalah Islam. Orang Italia bukanlah orang Perancis yang gemar sekali 'satire' hingga kebablasan sampai menghina agama dan kepercayaan orang lain. Mereka juga bukan British yang gemar melakukan atraksi dan eksibisi aneh-aneh seperti bertelanjang rame-rame dan semacamnya dan Mereka adalah orang-orang classy yang mencintai hal klasik, hal yang masuk akal juga konservatif, jangan harap negara ini mau melegalkan pernikahan sejenis karena bagaimanapun tololnya mereka, mereka masih beranggapan bahwa keluarga akan selalu terdiri dari Ibu, bapak dan anak.

Sebagai seorang muslim, saya pada awalnya tertantang menyikapi stigma buruk yang waktu itu saya yakin dilekatkan pada muslim di Italia. Ternyata, not that bad , orang Italia sendiri memang agak acuh dengan nilai-nilai asing tapi tak membuat mereka tendesius dan berbuat hal-hal yang membahayakan. Malah mereka cenderung protektif dan respektif. Kedua hal yang saya maksud adalah dalam artian kehidupan sehari-hari, Italians yang mengenal kaum muslim di Italia memang awalnya agak sedikit menjaga jarak, tetapi begitu mereka menjalin hubungan persahatan mereka caring sekali dan sering mengingatkan untuk tetap berpegang teguh pada ajaran agama masing-masing. Mereka respect sekali mengetahui bahwa sahabatnya tidak makan babi dan minum alkohol sehingga ketika ada meeting up biasanya minuman yang disajikan adalah soft drink atau jus dengan makanan Ayam panggang. Secara pribadi, saya juga termasuk beruntung karena keluarga besar suami adalah orang-orang yang toleran dan baik hati meskipun mereka adalah penganut katolik yang taat. Mereka suka bertanya tentang jilbab yang saya gunakan dan memuji cantiknya jilbab yang saya gunakan, juga ketika ada perayaan hari besar mereka suka mengirimi hadiah untuk Dario, seperti hadiah kecil pas natal dan telur coklat ketika paskah, belum termasuk penganan khas hari-hari besar tersebut.

Ada hal menarik yang masih terus saya ingat. Summer tahun lalu, ketika saya menemani anak saya bolak-balik recovery di RS Universitas Padova, saya bertemu dengan seorang cleaning service pria bernama Ashraf, keturunan Maroko, ia dan keluarganya sudah puluhan tahun tinggal di Italia tepatnya di Padova. Saya sangat kepo waktu itu dan bertanya dengan bahasa Inggris (Alhamdulillah dia jago juga bahasa Inggris :D) bagaimana perasaan dia sebagai seorang muslim yang tinggal di Italia. Dia bilang, Alhamdulillah dia tidak pernah mengalami diskriminasi serius dan umumnya sahabat-sahabat orang Italia sangat baik dan peduli namun begitu dia lebih menyukai berteman dengan sesama muslim karena bisa beribadah sama-sama menurutnya lebih asik.

Jawaban ini cukup mengejutkan saya karena tahun 2014 lalu saya dengar major kota Padova membatalkan planning pembangunan mesjid raya di Italia yang sudah di approved sebelumnya, waktu itu beliau dengan semangat berapi-api mengatakan bahwa muslim takkan dibiarkan bebas melakukan aktivitasnya di tanah kristen.

Well, at least, memang betul bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dan para pemimpin ter\kadang tidak merepresentasikan sikap masyarakatnya ya...

Kebijakan pemerintah Italia yang diambil terkait muslim di Italia yang mencapai jumlah 2,6 persen dari total populasi secara keseluruhan biasanya lebih bersifat causal dalam artian bergantung pada perkembangan situasi terkini dan juga bagian dari aksi preventif. Kebijakan juga tergantung sekali pada pemerintah daerah masing-masing karena dalam perpolitikan Italia, kebijakan yang menyangkut kemashlatan warga sepenuhnya diserahkan pada pemerintah daerah sehingga hal ini bisa lebih menyalurkan aspirasi rakyat.

Pro Kontra Penggunaan Hijab, Niqab dan Burqa
Pemakaian penutup kepala : hijab, niqab dan burqa pun menjadi sorotan. Sebenarnya secara hukum Italia siapapun tidak boleh menutupi dirinya hingga identitasnya tidak bisa dikenali ketika berada di ruang publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor urusan pemerintah dsb. Namun, peraturan ini berbenturan dengan identitas islami yang dibawa migran muslim. Pemakaian niqab dan burqa menjadi sorotan sehingga keluarlah peraturan pelarangan penggunaan burqa (tertutup seluruh tubuh) sedangkan untuk niqab, baru belakangan ini mencuat ke permukaan melalui banyak talkshow di jam-jam primetime. Politisi mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan pelarangan penggunaan niqab untuk alasan apapun karena dinilai merepresentasikan nilai-nilai ekstremisme. Tanggapan masyarakat sangat beragam namun secara umum mereka mendukung. Lantas bagaimana dengan penggunaan hijab seperti yang saya pakai?

Hijab yang merupakan penutup kepala yang bukan menjulur ke seluruh tubuh, konon juga diperdebatkan. Beberapa kalangan tetap merasa hal ini perlu dilarang karena bertentangan dengan nilai-nilai katolik, ada yang menarik, ketika isu pelarangan hijab, niqab dan burqa ini mencuat, salah satu mantan menteri Italia , Roberto maroni menyatakan bahwa pelarangan penggunaan jilbab adalah tidak masuk akal karena Virgin Mary (Bunda Maria) juga mengenakan hijab dalam setiap foto juga patung. Maka kemudian banyak pihak yang cenderung diam dan pelarangan hijab masih menjadi wacana saja.

Desember tahun lalu, tanpa tedeng aling-aling region Lombardy mengumumkan pelarangan penggunaan Hijab dengan alasan keamanan. Siapa saja yang memasuki ranah publik wajib melepas penutup kepala untuk bisa dikenali, oleh sebab itu hijab dan niqab sangat dilarang, ujar Simona Bordonali melalui Metro.uk Pada kenyataannya penggunaan tutup kepala memang dilarang di daerah tersebut terkecuali untuk para biarawati yang umumnya jarang bersosialisasi.

courtesy BBC.uk

The Cheerful Heart Warrior


Dario Omar Casonato
Hi, My name is Dario Omar Casonato, 3 years 10 mo. I am a hero for my mom and dad as I have survived two times open heart surgery and countless times of other medical intervention.

I got microdeletion on my chromosome 22 and it costs me a lot : My heart is born impaired (Tetralogy of Fallot, Pulmonary Atresia, Mapcas, VSD, Lusoria), my lungs don't work as other kids', I have to live the rest of my life with only one kidney (renal hypoplasia), and other defects.. but you know what, I am a super happy kid.

As a 22qtie, I face lots of difficulties but mom and dad are always supportive and proud of me. I hope you can support me too by reading stories shared by mom on this website.

Thank you..

Updated 27/11/2018



Tanti Baci
Dario Omar Casonato

A Day Out to Caorle-Lungomare : The Charm of An Urban City by The Beach




Ciao
So, sabtu lalu 27 Maret kami mendapat saran dari seorang teman baik : Marco Trevisan untuk menyambangi Caorle, sebuah kota di pinggir pantai yang jaraknya dekat sekali dari San Dona di Piave. Caorle kata beliau adalah kota pantai yang 'Italia banget'. Tadinya kami ingin cuss ke Jesolo, sebuah kota pantai lain berjarak 15 menit perjalanan namun menimbang Kredibilitas si kawan ini sebagai traveller spesialis pantai yang notabene sudah mengunjungi banyak pantai-pantai cantik di dunia kamipun jom berangkat. Dia secara khusus juga sudah pernah berkunjung ke pantai-pantai di Asia termasuk Bali, menurutnya Jesolo mirip pantai di Asia, jika kami ingin sesuatu yang otentik Italian maka berkunjunglah ke Caorle. 

Benar saja, Caorle memang indah dengan khas Italian corner nya, saya jadi merasa masuk ke scene film asing dengan Italian town yang memang mirip lokasi shooting film. Kota ini kecil tapi indah, peninggalan sejarahnya juga spektakuler dan peradabannya konon lebih tua dari Venetian Republic (wajahnya Venice). Yuks mari kita intip!

From visitcaorle.com
Caorle adalah nama lain dari kota tua yang dulunya bernama Caprulae. Caprulae adalah sebutan untuk pengikut dewi Capris. Kota kecil ini konon katanya telah ada sejak 1 abad BC (Sebelum masehi), yes Before Christ yang artinya kota ini lebih tua dari kota Venice. Caorle adalah gambaran peradaban Romawi kuno di antara pengaruh Venetian di kota-kota lain di pesisir Veneto. Back then, kota ini biasa menampung pengungsi dari Concordia Sagittaria selama masa Invasi Kaum Barbar (300-700 A.D/Masehi).

from turismo.caorle.eu
Tidak sulit mencapai Caorle dari kediaman kami karena signs strada (jalan) menuju Caorle jelas sekali. Jalanan yang ditempuh banyak belokan tidak lurus seperti perjalanan ke Treviso namun terasa lebih cepat sampai karena memang jarang ada traffic jam jika bepergian di musim semi, beda lagi kalau summer, mashaAllah lebih cepet jalan kaki ke Caorle kayaknya (versi suamiku, ihihi)

Kami sampai di Caorle agak telat, berangkat ba'da dzuhur waktu italia dengan semangat 45 suamiku bilang, kita bisa! Ya kali ini kami berangkat ke tempat yang kami berdua belum pernah kunjungi sebelumnya. Suamiku agak deg-degan memang takut salah jalan karena banyak simpang bingung di tengah jalan (bukan di Pekanbaru aja yg eksis simpang bingung :D). Menyiasati simpang bingung memang butuh kesabaran, karena bukan seperti di Indonesia yang kalau salah jalan bisa mutar dimana-mana seenak jidat. Di Italia yang salah masuk jalur dan salah belokan harus meneruskan perjalanan sampe ada jalur ke tempat semula, ini bukan main-main kalau melanggar ya ga kena priiit sih sm pak polisi, cuma siap siap aja datang tagihan penalty ratusan euro ke rumah anda (kami sudah pernah soalnya :))

Begitu sampai di sebuah simpang yang di dekatnya ada eco-park kami langsung hendak parkir karena berpikir Caorle pasti tak jauh dari tempat parkir itu. Setelah mobil sudah diparkir, stroller sudah dikeluarin dan kami sudah ready to have fun go mad eh baru sadar bahwa Caorle (pusat kota dan tepi laut) masih jauh dan kami masih harus berjalan beberapa kilo (lap keringat*). Perjalanan sempat dibarengi adu mulut saya dan suami tentang belokan mana yang harus diambil tadinya hingga akhirnya kebab pun menjadi juru damai siang itu.. asekk.. :D

Sepanjang perjalanan menuju pusat kota dan tepi laut, kami menyaksikan pemandangan kota Lagoon yang elok nian. Boats nangkring di dock, warna-warni rumah bergaya italian classic dan tentunya aroma air garam membumbung di udara..nah..ini dia ni, laut sudah dekat. (betulin mantel*)



Minggu itu adalah akhir pekan yang cloudy dan windy, tak jarang angin menyapu kencang wajah kami tapi eitss ga bercampur debu. Udaranya segar sekali tak heran Caorle adalah salah satu destinasi wisata untuk keluarga yang terkenal. Orang biasanya datang berbondong-bondong ke Caorle dengan Camper yang juga membawa sepeda, yes Caorle jadi track cycling keluarga yang asik.

Kami lanjut jalan, aroma seafood di mana-mana. Tergiur memang tapi jalan-jalan kami judulnya travelling hemat dan tepat, jadi yah nanti dulu buat foya-foya makan seafood all you cant eat. Nanti, ada waktunya.. jadi ingat quote dari Oprah Winfrey : You can have it all, but you can have it all at once :D

Kami sempat jalan memutar melewati waterpark Caorle, berpikir bahwa arah tersebut akan memandu kami ke waterfront, salah kaprah dan kami harus berjalan lebih jauh lagi, sampai akhirnya terlihatlah garis pantai yang di ujungnya tampak sebuah gereja berdiri megah, Il Santuario della Madonna dell'angelo ( The Church of Blessed Virgin of The Angel on The Sea). Wah mashaAllah bagus sekali, ditemani angin yang sejuk yang kehangatan sinar matahari, this is really a good day!





Berjalan lebih dekat ke arah gereja, kami sampai pada path way di depannya, The Church of Blessed Virgin of The Angel on the Sea adalah gereja yang sudah berusia ribuan tahun, namun di restorasi besar-besaran pada abad ke 18 karena kerap hancur diterpa gelombang pasang. Gereja ini dibuka untuk umum, ada beberapa koleksi yang bisa dinikmati dan mungkin menambah iman kristiani. Kami memutuskan untuk sightseeing di luarnya saja.

Konon Gereja ini memiliki legenda dimana sekelompok pemancing menemukan sebuah patung kecil dari Bunda Maria dan Yesus, ketika hendak membawa ke cathedral, sekelompok orang ini kesulitan membawa patung tersebut hingga akhirnya memutuskan untuk memanggil beberapa anak kecil untuk membawanya. Kepolosan anak-anak telah berhasil membawa patung tersebut ke Cathedral. Legenda lain menyebutkan bahwa Gereja ini merefleksikan penjagaan Bunda Maria pada para pemancing dari keganasan lautan.



Il Santuario della Madonna dell'angelo


autostrada in front of The Church
Setelah melihat gereja dari dekat kami lantas berputar dari belakang gereja. Jejeran batu-batu penghalang gelombang pasang tertata rapi dan memantulkan sinar matahari. What a lovely view!

Pathway belakang gereja


Bebatuan Cadas ini bukan hanya tertata rapi tapi beberapa juga diukir oleh artist-artist (bukan artis yee :D) kenamaan pada sekitar tahun 1990an. Luar biasa apik sekali karya mereka. Thumbs up!





Berputar dari Belakang Gereja searah jarum jam, kita akan menuju downtown dengan Landmark Roman Cathedralnya yang breathtaking, sementara jika kita berbalik, pemandangan waterfront dengan Gereja tadi juga luar biasa. Takjub*


Dari pathway menuju old town centre, kami harus menaiki tangga. Jadi pathway sebenarnya menjadi semacam penghalang merembesnya air laut ke pusat kota dan juga membuat scenery menjadi lebih menarik.

tempat nongkrong sejenak, dengan posisi yang agak tinggi, kita bisa menyaksikan scenery kedua Landmarks


Cattedrale di Santo Stefano e Campanile



Pusat kota Caorle sering disebut juga Old town centre atau Little Venetian dan Little Italian Corner. Landmark dari Old Town Centre adalah Cattedrale di Santo Stefano (Cathedral of St Stephen). Cathedral yang menjadi pusat perhatian dengan taman-taman terbuka di sekelilingnya adalah peninggalan bangsa Romawi kuno yang mendiami daerah ini 1 abad sebelum kelahiran Isa Almasih. Cathedral fenomenal ini bergaya roman-bizantium klasik namun campanile (bell tower)-nya memiliki bentuk cone terbalik yang menjadi daya tarik tersendiri. Di Gereja terdapat banyak peninggalan penting Gereja katolik di antaranya altar emas dan lukisan 'The Last Supper' dari Greggorio Lazarini.
Jangan heran jika berkunjung kemari, rumah bergaya klasik italia di cat warna-warni, ini adalah kekhasan Venice, tak banyak kota di Italia yang perumahannya di cat apalagi dengan warna-warna cerah, biasanya Italian lebih suka nuansa pastel, meski begitu bentuk rumah relatif sama :))
Mengapa disebut 'Little' karena memang ya pusat kotanya tergolong kecil, mirip sebuah kompleks perumahan (memang sejatinya Italians suka hal yang serba kecil, lihat saja mobil favorit mereka, SMART). Deretan toko pernak-pernik, bar, restoran, bakery and pastry shop hingga gelateria (gerai es krim) berdekatan satu sama lain dan tetep antrian mengular deh kalau weekend.



Pusat penjualan barang barang religi

Open tables restaurant

Old town centre

Old town centre

Old town centre, full on weekend


Tik Tok Tik Tok, waktu cepat saja berlalu, tak terasa hampir pukul 6 sore waktu Caorle, saatnya cuss balik ke San Dona, tapi sebelumnya kami pengen naik komidi putar, eh tak dinyana antriannya gila panjang bener.. Yasud, kami melipir saja ke bar terdekat untuk menikmati es krim amarena (manisan cherry) dan akhirnya betis siap lagi dibawa jalan jauh menuju eco-park :D

komidi putar


gelato di amarena
Sampai juga di penghujung cerita kita. Anyway, what a lovely day we had. I hope you guys reading this can feel it too.. 
Sebelum berpisah, ada Italian phrases yang bagus :
"Aiutati che Dio ti aiuta" - Help yourself and God will help you
We should not be dwelling in the pain because surely there is hope and happiness in front, it's just maybe we can't see it (yet)! 

Ciao
For more info of having vacation in Caorle : Visitcaorle

ps: All photos are mine except if I indicate otherwise. Thanks