Negeri 5 Menara, Novel Inspiratif Mantan Pewarta


Jika anda seorang termasuk salah seorang penggemar novel-novel inspiratif baik dalam bentuk memoar ataupun murni fiksi, anda pastinya tidak akan melewatkan novel yang satu ini. Terinspirasi dari Tetralogi Rainbow Troops a.k.a Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara cukup bisa menawarkan nilai-nilai inspiratif otentik yg cukup mirip dengan Laskar Pelangi, sebuah kisah perjuangan anak daerah untuk meraih impiannya.

Novel yang sejatinya berjumlah 3 seri ini (tepatnya trilogi) adalah novel pertama A.Fuadi mantan pewarta Tempo dan VOA yang di-launching pertama kali Juli 2009. sejak awal kemunculannya, novel ini sudah memunculkan banyak ekspektasi tentang kemiripannya dengan tetralogi Laskar Pelangi. Bukanlah sebuah keterkejutan, jika anda membaca novel ini anda juga akan merasakan hal yang sama. berkisah tentang persahabatan anak daerah, bagaimana perjuangan mereka untuk meraih impian masing-masing dan juga stereotype bahwa 'jangan sampai takut bermimpi'

Novel perdana A.Fuadi ini sebenarnya, jika menilik judulnya, sangat menantang rasa ingin tahu saya (sebagai penggemar berat LP) untuk kemudian membandingkan pengalaman inspiratif yang saya dapatkan ketika membaca tetralogi Laskar Pelangi. Namun, ya latar belakang penulis yang cukup berbeda membuat keduanya begitu tak mirip ketika berusaha di mirip-miripkan. Hanya ide awal saja yang mungkin kelihatan begitu mirip (mungkin benar-benar terinspirasi dari Laskar Pelangi) namun penggambaran setiap objek benar-benar berbeda. Lihat saja, Andrea Hirata seorang awam yang sama sekali belum pernah menulis sebelumnya dengan gaya penulisan gamblang dan kocak --hingga akhirnya bisa menulis Tetralogi-- sangat berbeda dengan gaya penulisan A.Fuadi yang notabene mantan wartawan Tempo yang sangat kaya dengan pengalaman menulis sehingga style menulis feature sangat kentara di novel perdananya ini. Jadi kesimpulannya keduanya benar-benar tak mirip!

Though, saya begitu tertantang untuk menemukan pluses and minuses kedua novel yang kata orang 'komersil' ini. Laskar pelangi, dengan semua kontroversi dan nilai-nilai luhurnya nampak begitu sederhana sehingga bisa menyentuh hati orang-orang awam- masyarakat Indonesia secara umum, sementara Negeri 5 Menara dengan bahasanya yang sangat mendetil- meski semua objek dan ruang yg dijelaskan dengan sangat sempurna (karena pengaplikasian teknik menulis feature) tampak begitu hambar, pembaca mudah lupa plot karena deskripsi setiap hal begitu panjang lebar. tetapi, mungkin ini dia yang membuat kelas A.Fuadi begitu berbeda dengan Andrea Hirata. Sebagai mantan pewarta kelas A, ia mungkin tak mau melewatkan kesempatan ini untuk terus mengasah skill-nya menulis feature. Terlepas dari semua hal diatas, kedua novel ini layak dibaca karena nilai-nilai yang ingin disampaikan benar-benar sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia, but afterall itu semua tergantung anda pembaca yang budiman, anda lebih suka novel inspiratif dengan gaya penulisan sederhana?? atau novel inspiratif karya mantan kuli tinta yang bisa membuat anda membayangkan setiap detil dengan sempuran layaknya membaca sebuah karya feature globetrotting seorang wartawan?? semua ini tergantung anda....Selamat membaca!

Berikut kutipan yang sangat saya sukai dalam Negeri 5 Menara :

Tanpa menunggu jawaban kami, dia melantunkan syair berbahasa Arab dari Imam Syafii:
Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah setelah lelah berjuang. (p.210-211)

"Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup," pidatonya dengan berapi-api.

Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas yang sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. Bila kalian merasakan sangat baik melakukan suatu hal dengan usaha yang minimum, mungkin itu adalah misi hidup yang diberikan Tuhan. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Qur'an, mungkin menjadi orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. temukan dan semoga kalian menjadi orang yang berbahagia," katanya berfilsafat.(p. 106)

The Alchemist, Memahami Jiwa Dunia



Membaca buku, bagai memasuki sebuah Jiwa dunia jika boleh menyitir term khas Coelho. Itu yang terasa ketika membaca karyanya yang paling tersohor 'The Alchemist'. Jika boleh memberi justifikasi sebenarnya ini bukan kali pertama aku membaca karya ini, tapi kali inilah saat dimana aku benar-benar memaknai isinya, menyerap energinya hingga rasanya aku tak ingin lekas- lekas menyelesaikan bacaan ini (lagi).

'The Alchemist' atau dalam judul indonesianya 'Sang Alkemis' adalah novel dari sang maestro sastra Brazil yg pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Portugese pada tahun 1986 dengan judul original 'O Alquimista' bercerita tentang hidup, perjuangan, cinta, harapan serta konsep kosmik jiwa dunia. Plotnya sederhana, dengan diksi yang simple namun sarat makna sehingga menggelitik pembaca bagaimana pencarian Sang anak lelaki, Santiago, akan berakhir. Membaca Novel Allegorical apik ini sungguh memunculkan kembali suasana saat- saat sedang membaca The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway. Tokoh dimunculkan dengan cara yang relatif sama, sederhana tapi sangat impressive. Pemunculannya juga sangat sistematis, berurutan serta sangat mudah dihapal kontribusi masing-masing tokohnya.

Namun, hal yang sangat mencolok dari novel ini adalah kemampuannya menjawab pertanyaan hidup tanpa lepas dari konteks fiksinya. Pembaca bisa langsung melihat potret dan konsep diri serta jagad raya tanpa kehilangan daya tarik fiksi allegorinya serta inspirational quotes-nya.

Novel ini terbilang tipis, tebalnya hanya berkisar 200-an halaman sangat suitable buat pemula dan bagi mereka yang tidak begitu menyukai gaya penceritaan bersayap-sayap. Novel ini sarat pelajaran hidup, spiritualitas, energi, toleransi serta arti sebuah pengharapan. Mengingat kontennya yang sangat kaya, dibutuhkan saat yang tenang untuk membacanya agar setiap baris benar-benar anda maknai dengan sempurna. Masuki dunianya, tenggelamlah sejenak dalam kisah pencarian santiago akan harta karunnya serta cinta yang ditemukannya di tempat yang sama sekali tak ia duga namun setia menunggunya hingga ia menemui takdirnya.

Sebuah kutipan menarik dalam Sang Alkemis:

 "Jangan menyerah pada rasa takutmu," kata sang alkemis; aneh, suaranya lembut sekali. "kalau kau menyerah, kau tidak akan bisa berkomunikasi dengan hatimu."
 "Tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengubah diriku menjadi angin."
 "Orang yang menjalani takdirnya tahu segala yang perlu diketahuinya. Hanya ada satu hal yang membuat orang tak bisa meraih impiannya: takut gagal."
 "Aku tidak takut gagal. Aku hanya tidak tahu cara mengubah diriku menjadi angin."
 "Kalau begitu, kau mesti belajar; nyawamu taruhannya."
 "Bagaimana kalau aku gagal?"
 "Berarti kau akan mati di tengah usahamu mencoba mewujudkan takdirmu. Itu jauh lebih baik daripada mati seperti jutaan orang lainnya yang bahkan tidak pernah tahu takdir mereka.
 "Tapi tak usah khawatir," sang alkemis melanjutkan. "Biasanya justru karena takut matilah orang jadi sadar akan hidup mereka."

Lastly, novel in sangat saya rekomendasikan bagi anda pencinta filsafat serta novel ringan namun kaya makna dan pembelajaran hidup tapi ada satu saran lagi yg harus anda pertimbangkan, 'cobalah buka mata hati' ketika membacanya, maka sebuah pencerahan akan terasa lagsung setelah anda membacanya.... karena 'Pencerahan' itu sebenarnya tidak bisa dideskripsikan, namun harus dialami sendiri. Wallahualam

PS: The English version is recommended!